Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Prof. Mubyarto, seorang pakar ekonomi kerakyatan menjelaskan arti ekonomi kerakyatan adalah sebuah sistem ekonomi yang mempunyai keberpihakan kepada rakyat banyak. Sebuah sistem ekonomi yang dapat dikembangkan dan dilaksanakan, namun bukan untuk diberdayakan. Karena yang diberdayakan adalah para pelakunya yaitu pengusaha kecil. Sedangkan ekonomi rakyat menurut beliau adalah ekonominya rakyat kecil, wong cilik, yang telah tergeser, terjepit dan tersingkir oleh sistem ekonomi yang sedang berkuasa. Oleh karena itu, yang harus diberdayakan itu adalah ekonomi rakyat bukan ekonomi kerakyatan.
Dalam terminologi Islam, rakyat kecil yang telah tergeser, terjepit dan tersingkir inilah yang disebut dengan kaum mustadh’afin. Jadi, ekonomi rakyat adalah ekonominya kaum mustadh’afin. Yaitu orang miskin karena adanya ketimpangan struktur akibat sistem ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Merekalah prioritas pertama yang berhak menerima dana zakat. Senafas dengan ekonomi kerakyatan, Islam telah lebih dulu melahirkan ajaran tentang zakat. Kalau ekonomi kerakyatan dengan keberpihakannya kepada rakyat kecil, al-Quran surah al-Hasyr [59] ayat 7 dengan sangat indahnya mengajarkan adanya distribusi kekayaan. Bertujuan agar harta benda itu berputar dari satu tangan ke tangan yang lain. Tidak beredar di kalangan orang-orang kaya semata.
Salah satu tujuan dari sistem ekonomi kerakyatan adalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang terkandung dalam konsep tricle down effect (efek menetes ke bawah). Yaitu kesejahteraan itu dapat menetes ke bawah dan dirasakan oleh masyarakat kecil.
Menurut pakar ekonomi Islam, Muhamad Safi’i Antonio, ekonomi kerakyatan yaitu strategi pembangunan ekonomi yang melibatkan rakyat, dalam menciptakan tetesan tersebut adalah zakat maal. Menurutnya, zakat harta (maal) merupakan salah satu bentuk kongkrit konsep trickle down effect yang bersifat langsung.
Kesadaran Zakat Meningkat
Beberapa tahun belakangan ini fundraising dana zakat mengalami peningkatan. Hal ini seiring dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat yang semakin meningkat. Hasil penelitian PIRAC kepercayaan masyarakat terhadap Badan Amil Zakat (BAZ) yang merupakan lembaga amil zakat milik pemerintah meningkat sebesar 3-5 %.
Ada dua hal yang menyebabkan meningkatnya fundraising dana zakat. Pertama, semakin meningkatnya kesadaran berzakat umat Islam. Dan kedua, meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap nasib sesamanya. Tingkat kepedulian ini diwujudkan melalui program-program pendayagunaan zakat.
Selanjutnya, bagaimana agar kesadaran dan kepercayaan masyarakat dalam berzakat ini menjadi semakin tumbuh subur, serta dapat diwujudkan melalui kinerja Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Badan Amil Zakat yang akuntabel, transparan dan profesional. Di sisi lain dalam skala makro pemerintah dapat membuat kebijakan yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi peningkatan optimalisasi dana zakat. Misalnya UU No. 38 tahun 1999 yang mengatur tentang zakat sebagai pengurang pajak. Atau insentif pajak, yaitu pengurangan pajak bagi perusahaan-perusahaan yang menyumbangkan sebagian dananya untuk tujuan sosial.
Produktif dan Memberdayakan
Tantangan terbesar dari optimalisasi zakat adalah bagaimana mendayagunakan dana zakat menjadi tepat guna dan tepat sasaran. Tepat guna berkaitan dengan program pendayagunaan yang mampu menjadi solusi terhadap problem kemiskinan. Sedangkan tepat sasaran berkaitan dengan mustahik penerima dana zakat. Dalam konteks Indonesia dengan jumlah penduduk miskin yang besar melebihi 40 juta jiwa, maka fakir miskin menempati prioritas pertama sebagai penerima zakat.
Sayangnya program pengentasan kemiskinan yang ada kebanyakan masih bersifat karitatif (bagi-bagi habis) dan konsumtif. Program belum mengarah kepada program yang lebih produktif dan memberdayakan. Persoalan pengentasan kemiskinan adalah bagaimana program ditujukan untuk menangani sampai akar permasalahan, bukan gejalanya saja.
Menurut Prof. Mubyarto, solusi yang harus dilakukan adalah menciptakan sistem ekonomi yang lebih berpihak kepada rakyat kecil (usaha kecil). Apabila ekonomi rakyat kuat maka ekonomi nasional juga menjadi kuat. Krisis moneter yang terjadi adalah akibat dari sistem ekonomi yang hanya dikuasai oleh sekelompok perusahaan-perusahaan besar.
Pada umumnya permasalahan mendasar yang dialami oleh usaha kecil adalah masalah permodalan, manajemen usaha, akses pasar, keterampilan dan wawasan yang terbatas. Maka program pemberdayaan zakat harus ditujukan kepada usaha untuk mengatasi persoalannya-persoalan usaha kecil tersebut.
Sebagai analogi adalah sebuah hadis Rasulullah sebagai berikut, diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya seorang laki-laki dari kaum Anshar mendatangi Rasulullah dan meminta sesuatu kepadanya. Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah kamu tidak memiliki sesuatu pun di rumahmu?” Ia menjawab, “Tentu, kain yang kami pakai sebagian, dan sebagian lainnya kami jadikan alas, dan juga gelas besar tempat kami minum air darinya.” Rasulullah berkata, “Bawalah keduanya padaku.” Lalu kedua barang tersebut diberikan kepada Rasulullah saw dan beliau pun melelangnya sehingga laku sampai dua dirham.
Kemudian Rasulullah berkata, “Belilah dengan dirham yang pertama ini makanan untuk kau berikan keluargamu, dan dirham lainnya belilah kapak dan kau bawa kepadaku.” Rasulullah lalu menguatkan ikatan ranting dengan tangannya. Lalu ia berkata kepada laki-laki tersebut, “Pergilah dan carilah kayu bakar, lalu juallah. Aku tidak ingin melihatmu lagi hingga lima belas hari ke depan.” Lalu laki-laki tersebut mencari kayu bakar dan menjualnya. Hingga tiba saatnya, ia pun mendatangi Rasulullah dengan membawa sepuluh dirham di tangannya, yang kemudian sebagian darinya ia belikan makanan.
Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa proses pengentasan kemiskinan adalah sebuah proses pemberdayaan yang sedikitnya meliputi penyadaran akan potensi, adanya pendampingan, akses terhadap pasar, proses panjang dan terlebih dahulu memprioritaskan pemenuhan akan kebutuhan dasar mustahik. (daaruttauhiid)