Yuk, Berwisata Wakaf di Singapura
Meskipun Singapura merupakan negara sekuler, namun praktik wakaf di negara tersebut sangat berkembang. The strait times dan the business time menyatakan bahwa praktek wakaf keagamaan berasal dari Timur Tengah, di mana ia dikenal sebagai wakaf. Ini diperkenalkan ke Singapura oleh pedagang Arab hampir 200 tahun yang lalu.
Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) memiliki andil besar dalam membangun paradigma wakaf produktif di Singapura. Mereka sadar akan pentingnya memiliki aset produktif di atas lahan wakaf yang ada, guna mendukung aset-aset sosial yang tentunya membutuhkan biaya operasional tidak sedikit. Terlebih, MUIS juga sangat sadar betapa berharganya nilai setiap jengkal tanah di Singapura bagi kebutuhan masyarakat. Seluruh properti wakaf dikelola oleh WAREES, perusahaan real estate yang sahamnya 100 persen dimiliki MUIS.
Melalui Warees, hasil pengelolaan properti wakaf dapat menghasilkan surplus hingga SGD 3 juta atau sekitar Rp 21 milyar. Sekitar 60 persen dari surplus ini disalurkan untuk memelihara 69 masjid yang ada di Singapura. Tidak heran, tidak ada kotak amal yang berkeliling saat salat Jumat di Masjid Sultan (Bugis) seperti halnya di Indonesia. Bagian lain dari surplus disalurkan untuk pengembangan pendidikan Islam dan kegiatan karitas lain. Pendidikan madrasah di Singapura menjadi barang mahal karena ketatnya peraturan pemerintah. Biaya per bulan madrasah di sana mencapai SGD 800 – 1.200, atau sekitar Rp 3,5 juta – 8 juta.
Biaya pemakaman juga menjadi masalah tersendiri di Singapura. Karenanya, sebagian surplus wakaf produktif di alokasikan ke bidang-bidang ini. Umat Islam di Singapura tercatat sudah memiliki asset wakaf yang produktif. Wakaf produktif di Singapura di antaranya 114 ruko, 30 perumahan, dan 12 gedung apartemen dan perkantoran. Keuntungan dari pengelolaan wakaf produktif inu digunakan untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan seperti operasional masjid, madrasah, beasiswa, dan lain sebagainya. (Cristi Az-Zahra)