Wakaf Sebagai Sarana Menata Ketimpangan Sosial
Wakaf Sebagai Sarana Menata Ketimpangan Sosial
Wakaf Sebagai Sarana Menata Ketimpangan Sosial – Jika kita memperhatikan sejarah perwakafan, terlihat bahwa wakaf yang pertama kali dilakukan, adalah oleh sahabat Umar bin Khattab atas petunjuk Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, yang kemudian diambil menjadi definisi wakaf sebagaimana yang telah dibahas di atas, adalah wakaf dalam bidang sosial ekonomi.
Mewakafkan harta sempat menjadi ibadah yang banyak dilakukan para Sahabat. Mereka berlomba-lomba memberikan hartanya untuk kepentingan di jalan Allah. Misalnya Umar yang mewakafkan sebidang tanah khaibar, hingga Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kurma kesayangannya. Sampai-sampai Sahabat Jabir berkata: “tidaklah tersisa dari para Sahabat Nabi yang memiliki kemampuan (finansial) kecuali mewakafkan hartanya”.
Wakaf yang diberikan akan membawa manfaat tersendiri bagi masyarakat. Barang berharga yang tadinya dimiliki oleh satu orang, kemudian bisa dimanfaatkan oleh orang banyak. Misalnya ketika ada tanah yang diwakafkan untuk pembangunan masjid, maka suatu daerah yang tadinya tidak memiliki masjid kini bisa menggunakan fasilitas ibadah yang memadai.
Jika dikelola dengan baik, wakaf bisa melengkapi fasilitas bagi masyarakat sekitar, sekaligus memecahkan satu atau beberapa masalah di masyarakat. Dengan demikian, akan banyak manusia yang terbantu dan dimudahkan dengan pengelolaan wakaf yang baik.
Dengan berwakaf yang digunakan untuk kepentingan umum, masyarakat akan merasakan manfaat yang sama. Orang yang kekurangan bisa menikmati sarana-sarana publik yang lebih baik, dan orang yang lebih berada juga bisa berbagi. Sehingga, kesenjangan sosial akan semakin kecil dan tali persaudaraan akan terasa lebih erat.
Memberikan sebagian harta untuk dimanfaatkan orang lain merupakan anjuran dari Allah Ta’ala agar kita memperoleh kebaikan. Allah berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (harta sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92).
Di sisi lain, mereka yang berhasil berbuat baik juga akan memperoleh kemenangan yang hakiki. Allah berfirman, “Berbuat baiklah semoga engkau bahagia (menang).” (QS. Al-Hajj: 77).
Harta yang diwakafkan akan membantu kehidupan masyarakat jika dikelola dengan baik. Misalnya tanah yang kemudian dibangun masjid sebagai tempat ibadah, bangunan yang diwakafkan untuk sekolah, kebun yang hasilnya diwakafkan untuk anak yatim, dan sebagainya. Pada akhirnya, kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
Wakaf menjadi solusi bagi pengembangan harta produktif di tengah-tengah masyarakat dan solusi dari kerakusan pribadi dan kesewenang-wenangan pemerintah secara bersamaan. Wakaf secara khusus dapat membantu kegiatan masyarakat umum sebagai bentuk kepedulian terhadap umat, dan generasi yang akan datang. Kegiatan sosial seperti ini telah dianjurkan dalam syariat Islam sebagai kebutuhan manusia, bukan saja terbatas pada kaum Muslimin, tetapi juga bagi masyarakat non-muslim.
Pandangan Islam terhadap praktik wakaf sosial seperti ini telah lama berlangsung sepanjang sejarah Islam, bahkan bentuk dan tujuannya sangat berkembang pesat. Maka wajar kalau jumlah wakaf Islam banyak sekali dan menyebar di seluruh negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim yang dapat memacu angka pertumbuhan ekonomi. Wallahu a’lam bishowab.