Unta Nabi Soleh (Bagian 2)
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Soleh. Ia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.’” (QS. al-A’raf [7]: 73).
Selain kemampuan menyimpan cadangan air dan memproduksi air susu yang cukup banyak, mukjizat unta betina Nabi Soleh as pun memiliki kelebihan lain. Ia mengandung secara azali tanpa melalui proses perkawinan terlebih dahulu.
Mengandung adalah sebuah istilah yang dikaitkan dengan kondisi rahim sang induk (betina) yang memiliki atau menyimpan janin (anak) di dalamnya. Dalam kurun waktu tertentu, janin ini akan tumbuh dan berkembang sampai tiba masanya ia dilahirkan. Begitu pun dengan unta betina mukjizat Nabi Soleh ini. Janin yang dikandungnya sedang tumbuh dan berkembang di dalam rahimnya. Selain tercipta secara azali, apakah keistimewaan janin unta ini?
Pada pembahasan sebelumnya telah disampaikan kaum Tsamud mendurhakai Nabi Soleh dengan membunuh unta betina ini melalui tangan sembilan pemuda yang diutusnya. Kesembilan pemuda tersebut dilatih secara terorganisir dan terencana. Saat momen yang ditentukan tiba, mereka segera menyergap unta itu dan langsung menyembelih atau memutilasinya dengan sengaja.
Unta betina mukjizat Nabi Soleh pun meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari sergapan kesembilan pemuda tadi. Namun sergapannya begitu kuat dan serempak membuat unta Nabi Soleh ini tak berdaya (disembelih dan dimutilasi). Dalam kondisi demikian, janin (anak unta) yang ada dalam kandungannya tiba-tiba bergerak dengan cepat, berdiri, dan segera berlari meninggalkan kerumunan. Lalu ditemukanlah batu besar sehingga anak unta bisa bersembunyi dengan aman di sana. Ibnu Katsir dalam kitab kisah nabinya tidak menyebutkan kesembilan pemuda itu mencari apalagi menemukan anak unta tersebut. Dengan demikian, kisah unta Nabi Soleh berakhir sampai di sini.
Hal inilah yang menjadikan kisah Unta Nabi Soleh semakin istimewa, yaitu kemampuan anak untanya. Jika anak unta umumnya butuh waktu yang cukup untuk tumbuh dan berkembang sampai akhirnya bisa berdiri, berjalan, dan berlari, maka anak unta Nabi Soleh tidaklah demikian. Walaupun lahir sebelum waktunya (yaitu dalam keadaan darurat karena induknya disembelih dan dimutilasi), tapi mampu memberikan respon yang cepat yaitu berdiri, berjalan, bahkan berlari menjauhi kerumunan sehingga mampu mencari tempat persembunyian untuk mengamankan dirinya.
Kisah ini bukanlah cerita fiktif yang bisa didramatisir oleh sang penulis. Namun kejadian nyata yang Allah SWT sengaja tunjukkan agar manusia mendapatkan pelajaran sekaligus peringatan besar darinya. Ada pun hikmah yang bisa kita simpulkan dari kejadian ini adalah:
- Unta betina yang sedang mengandung menggambarkan bahwa Allah senantiasa memenuhi kebutuhan manusia. Kaum Tsamud saat itu menjadikan unta sebagai kendaraan dan mengambil daging serta air susunya sebagai bahan makanan.
- Anak unta yang (walaupun belum waktunya lahir) bisa berdiri, berjalan, bahkan berlari sehingga bisa mengamankan dirinya menggambarkan bahwa rencana Allah sangat lengkap dan dinamis, sehingga di saat ada makhluk-Nya (manusia) yang memilih tidak sesuai dengan skenario-Nya (katakanlah plan A), tapi Allah SWT menetapkan skenario lain (yaitu plan B, C, dan seterusnya), sehingga tidak akan ada manusia yang mampu keluar apalagi menentang skenario-Nya.
Atas kedua hikmah ini, sepatutnyalah bila kita hanya memegang teguh dan beramal sesuai dengan apa yang telah Allah tunjukkan dan tetapkan kepada kita. Kita bersyukur karena Allah (sebagai Pencipta yang memiliki kehendak atas ciptaan-Nya) dengan segenap kekuasaan-Nya mengawal agar manusia sesuai dengan fitrah (maksud dan tujuan) penciptaan-Nya. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini dan dimampukan oleh Allah SWT untuk menjadi pribadi yang mudah diarahkan sesuai kehendak-Nya. Wallahu a’lam. (diambil dari buku 101 Kisah Nabi, karangan Ust. Edu)