Ujian Sesungguhnya
Tidak ada kejadian yang kebetulan dan peristiwa sia-sia. Semua hanya bisa terjadi atas izin Allah SWT. Baik itu nikmat maupun musibah, semua hanya bisa terjadi dengan izin-Nya, dan semua kejadian itu pasti mengandung ilmu, sarat dengan hikmah. Semakin peka hati seseorang membaca hikmah, maka semakin banyak hal yang didapat dari kejadian tersebut.
Saudaraku, banyak yang menyangka musibah itu hanya datang dari kepahitan. Padahal ujian berat dari Allah Ta’ala tidak hanya yang pahit, ujian kesenangan dan kesusahan itu merupakan hal yang pasti akan kita jalani. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang menyikapi hidup ini lalu menyadari bahwa ujian itu juga termasuk kenikmatan. Orang yang dilapangkan juga sedang diuji oleh Allah Ta’ala.
Ujian yang terberat itu adalah ujian yang paling berpotensi membuat kita lupa kepada Allah Ta’ala. Itulah ujian terberat, sehingga jika ujian kehidupan membuat kita dekat dengan Allah, insya Allah kita lulus. Namun jika dengan ujian tersebut kita menjadi jauh dari Allah SWT, maka kita gagal. Itu alat ukurnya.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Artinya: “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan.” (QS. al-Anbiya [21]: 35).
Jangan menyangka yang diuji itu hanya korban Covid-19 saja, atau pun yang susah, yang sakit, dan sebagainya. Justru yang memiliki pangkat, lulus kuliah, mendapat jabatan, semakin populer, dipuji, dikagumi, mudah, lapang, sehat, banyak follower, kelancaran, itu pun semua adalah ujian karena peluang dosanya lebih banyak.
Oleh karena itu, penting menyadari bahwa kita semua dalam posisi sedang diuji. Dan ujian yang lebih berat adalah ujian yang berpotensi membuat kita lupa kepada Allah Ta’ala.
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS. al-Baqarah [35]: 156).
Pada pukulan pertama ujian itu, kembali tidak kita kepada Allah Ta’ala. Misalnya dengan dipuji, kita menyebut asma Allah, tapi dirinya juga ingin dipuji sebagai ahli zikir. Ini contoh yang gagal. Berapa banyak orang yang diperlakukan spesial merasa dirinya memang spesial, padahal Allah tahu segala apa yang dia perbuat, maka seharusnya kita tersungkur malu.
Tujuan dari ujian ini adalah inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, bisa tidak kita menjadi orang yang yakin bahwa semua ini milik Allah SWT, ciptaan-Nya. Dan bisa atau tidak kembali ke Allah Ta’ala dalam semua urusan kita.
Ada dua jalan dekat dengan Allah. Ahli syukur dan ahli sabar. Kalau dengan dilapangkan dia tidak banyak bersyukur, tapi ketika diberi ujian kesusahan jadi lebih rajin ibadah, maka bisa jadi episode kesusahan ini lebih lama, karena memang lebih baik di sisi Allah Ta’ala. Sesungguhnya ujian kelapangan jauh lebih berat karena disukai nafsu, sedangkan nafsu cenderung membuat kita lalai kepada Allah SWT.
(Kajian MQ Pagi, Kamis 1 Oktober 2020)