Ujian Kekurangan Harta
Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui kemampuan setiap hambanya dalam menghadapi suatu ujian. Ada orang-orang yang diuji dengan kekayaannya, yang dari ujian tersebut ada yang lulus dan ada yang tidak. Demikian juga ada orang-orang yang diuji dengan kefakirannya, yang dari ujian tersebut ada yang lulus dan ada juga yang tidak. Manakah di antara kedua ujian tersebut yang lebih baik? Yang terbaik adalah orang yang menjalani ujiannya dengan penuh kesabaran dan berpegang teguh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Apalah artinya harta kekayaan berlimpah kalau hanya menjauhkan pemiliknya dari Allah SWT. Dan semakin berat kefakiran seseorang manakala kefakirannya dijalani dengan putus asa, berburuk sangka, dan menjauh dari-Nya.
Allah SWT berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِ ۗ
وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ﴿البقرة : ۱۵۵
اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ ۗ ﴿البقرة : ۱۵۶
Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un’ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” (QS. al-Baqarah [2]: 155-156).
Pada ayat di Surah al-Baqarah yang disebutkan sebelumnya, Allah Ta’ala menjelaskan secara tersurat kepada kita, bahwa salah satu bentuk ujian yang akan menimpa kita adalah kekurangan harta. Dan barang siapa yang tidak bersabar dalam ujian ini maka penderitaannya hanya akan bertambah panjang.
Saudaraku, kefakiran bukan hanya diukur misalnya dengan rumah yang sederhana. Bukan tampak pada kendaraan tua yang hanya roda dua. Bukan tampak hanya pada menu makanan yang ala kadarnya. Karena sangat mungkin orang-orang yang berada dalam kondisi demikian justru memiliki hati yang tenang, jiwa yang merdeka, dan bahagia karena merasa cukup dengan apa yang ada.
Boleh jadi pada pandangan orang lain, mereka ini tidak beruntung. Tapi hakikatnya merekalah orang yang kaya dan berkecukupan. Sebaliknya, manakala kita melihat seseorang punya rumah yang megah atau kendaraan yang mewah, dan pakaian indah namun hatinya sempit dan jiwanya terkekang. Mengapa? Karena ternyata harta berlimpah yang ia miliki tidak pernah cukup menutupi segala kebutuhannya. Belum lagi ditambah utang yang banyak dan sulit dilunasi sebagai akibat dari gaya hidupnya yang berlebihan.
Oleh karena itu yang terpenting bukanlah terletak pada banyak atau sedikitnya harta. Yang terpenting adalah apakah harta yang kita miliki itu mencukupi atau tidak. Tidak masalah jika rumah kita masih mengontrak namun kebutuhan kita tercukupi. Tidak masalah jika kita tak punya kendaraan pribadi namun urusan kita lancar.
Saudaraku, jika kita sedang berada dalam episode keterbatasan harta, maka itu tidak membahayakan selama kita bersyukur. Karena syukur adalah pengundang karunia Allah SWT yang belum datang kepada kita.
Allah berfirman:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ﴿إبراهيم : ۷
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.’” (QS. Ibrahim [14]: 7). (KH. Abdullah Gymnastiar)