Tutuplah Aib Saudaramu
Prinsip dasar kita dihargai oleh orang lain adalah karena Allah Ta’ala menutupi aib dan dosa kita. Saat ini orang lain masih mau mendengar pendapat kita, orang lain masih mau berteman bersama kita, dan lain sebagainya karena Allah tidak membuka aib dan dosa-dosa kita dihadapan manusia lainnya. Jangan pernah terkecoh oleh penghormatan orang lain terhadap kita, yang menjadikan kita seakan-akan buta dan tidak jujur melihat sikap asli kita yang sebenarnya. Allah Ta’ala masih menutup aib dan dosa kita sampai saat ini adalah karena Allah memiliki sifat As-Sittir (yang maha menutupi), sehingga Allah begitu baik kepada kita untuk dengan rapi menutupi segala aib dan dosa kita dihadapan manusia.
Maha baiknya Allah kepada kita selain menutupi aib dan dosa kita, Allah juga mampu menghapuslan segala aib dan dosa kita dengan cara taubat yang sebenarbenarnya. Tetapi disaat yang sama Allah juga menguji kita dengan aib-aib orang lain. Jika kita senang membuka aib orang lain, berarti secara tidak sadar kita sedang menantang Allah untuk membuka aib dan dosa kita dihadapan orang lain. Secara langsung atau tidak langsung mungkin kita pernah mendengar aib orang lain yang kita dengar.
Jika setelah mendengar aib orang lain kemudian kita tidak bersabar untuk membeberkannya kepada orang lain, maka tidak menutup kemungkinan dikemudian hari kita akan mendengar aib kita terbuka dihadapan orang lain. Jadi pada dasarnya jika kita mendengar aib orang lain, sebenarnya Allah sedang menguji kita apakah kita mampu menutupi aib orang lain agar aib kita juga Allah tutupi, atau malah kita membeberkan aib orang lain.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan aib orang lain; dan janganlah kamu mengumpat sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh karena itu, jauhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat: 12).
Dengan kita membeberkan atau membicarakan aib orang lain kepada yang lainnya, maka sama saja kita telah melakukan ghibah atau membicarakan keburukan orang lain. Saking hinanya membuka aib orang lain sampai-sampai Allah umpamakan orang tersebut seperti memakan bangkai saudaranya atau orang yang dibicarakan keburukannya. Maka jika kita lupa sedang membicarakan keburukan orang lain, maka harus segera kita ingat ibarat kita sedang memakan bangkai, yang sudah barang tentu kita akan merasa jijik untuk memakannya. Jangankan memakan bangkai, memakan daging mentah saja kita pasti akan merasa jijiki. Itu membuktikan bahwa orang yang membuka aib saudaranya adalah hina karena kelak akan Allah hinakan pula dengan aib yang kita perbuat sendiri, na’udzubillahi min dzalik.