Ternyata, Harta Bisa Dibawa “Pulang”
Siapa bilang harta tidak bisa dibawa “pulang”? ternyata rezeki yang Allah titipkan bisa dibawa “pulang” ke akhirat. Ustaz Fahrudin, Direktur Wakaf Daarut Tauhiid (DT) sekaligus anggota Lajnah Syariah DT menegaskan, harta yang diberikan Allah di dunia nyatanya bisa “dibawa” bersama kematian.
Ustaz Fahrudin menjelaskan, bukan zat hartanya yang bisa dibawa, namun harta ini akan menjadi bekal jika diwakafkan. Jika diwakafkan, harta itu akan berubah menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mangalir dan menjadi bekal ketika di akhirat kelak.
“Dalam sebuah hadits Rasulullah menyampaikan, Ketika seseorang meninggal dunia semua amalnya terputus, kecuali tiga perkara. Yang pertama adalah sedekah jariyah. Jumhur ulama, ulama hadits mengatakan bahwa sedekah jariyah yang dimaksud adalah wakaf, yang mengalir pahalanya di sisi Allah SWT. harta yang kita wakafkan adalah harta yang dibawa “pulang”, harta yang “dibawa” ke akhirat,” tutur Ustaz Fahrudin, pada Kamis (8/2) pagi.
Tabungan Pahala dari Harta Sebenarnya
Menurut Ustaz Fahrudin, pahala wakaf diibaratkan sebuah tabungan yang terus bertambah saldonya. Bedanya, jika tabungan di dunia itu ada ujrah (biaya admin) dan nisbah (bagi hasil), sementara tabungan pahala dari wakaf tidak ada potongan sedikitpun. Sebaliknya, pahala wakaf ini terus bertambah.
Allah menggambarkan dalam al-Quran, pahala menginfakan di jalan Allah, termasuk wakaf, seperti menanam sebuah sebuah pohon yang tumbuh dengan tujuh batang. Masing-masing batang menghasilkan seratus buah.
“Kita berwakaf dengan 1000, maka dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT, seperti kita membawa bekal menghadap Allah SWT dengan bekal 700.000, masih ditambah karena penyataan Allah SWT, Allah masih melipatgandakan pahala bagi orang-orang yang dikehendaki. Dan itulah harta yang mutlak milik kita,” jelasnya.
Pahala ini pun kian berlipat dan bertambah ketika wakaf yang ditunaikan menjadi aset yang tumbuh dan berkembang, salah satunya terus digunakan untuk beribadah dan kemaslahatan umat. Pahala setiap orang yang beribadah menggunakan aset wakaf itu mengalir kepada muwakifnya (orang yang berwakaf).
Ustaz Fahrudin mengambil contoh Masjid DT Bandung yang selalu makmur 24 jam setiap harinya. Tidak terbayang limpahan pahala yang mengalir kepada para muwakif yang menjadi jalan berdirinya Masjid DT Bandung, terutama saat Kajian Makrifatullah yang dihadiri ribuan jamaah dari berbagai daerah.
“Saya suka membayangkan, ketika pengajian malam Jumat saja. Melihat jamaah ribuan yang ada di Daarut Tauhiid. Di DT aset wakaf ini dimakmurkan 24 jama untuk beribadah kepada Allah SWT. Berarti orang yang berwakaf, pahalanya bukan hanya dari wakaf saja, tapi mendapatkan pahala dari orang-orang yang beribadah di tanah wakaf itu,” ujar Ustaz Fahrudin.
Layaknya sebuah tabungan, menurut Ustaz Fahrudin, jika ingin pahalanya lebih besar, maka wakaf yang ditunaikan pun berjumlah besar pula, selain besarnya nilai keikhlasan sebelum, sesudah, dan ketika berwakaf.
“Besar pahala wakaf itu akan bergantung lurus dengan tingkat keikhlasan kita. Jadi semakin kita ikhlas dalam berwakaf itu karena Allah SWT. Syukur kalau bisa besar karena kalau kita nabung saja, kita ingin nabung yang banyak. Apa yang sudah kita wakafkan. Itulah yang akan menjadi bekal,” jelas Ustaz Fahrudin.
Berbahagialah Orang yang Berwakaf
Melihat pahala yang dijanjikan dari berwakaf, menurut Ustaz Fahrudin, maka berbahgialah orang yang berwakaf, para muwakif. Mereka memiliki tabungan pahala yang terus bertambah, bahkan ketika mereka sudah meninggal dunia.
“Jadi berbahagialah orang yang diberi kenikmatan oleh Allah, nikmat untuk berwakaf. Tidak harus dengan jumlah yang besar. Tetapi istiqamah berwakaf itu menjadi sesuatu hal yang sangat penting,” ucapnya.
Agus Kurniawan, Direktur Fundraising Wakaf DT menambahkan, peluang untuk mendapatkan tabungan pahala yang terus mengalir itu, bisa diraih dengan berbagai program wakaf yang digulirkan oleh Wakaf DT, yakni Wakaf Masjid 3 in 1, Wakaf Asrama Tahfiz, Wakaf al-Quran Plus, Wakaf Ketahanan Pangan, dan Wakaf Umum.
“Harta titipan Allah itu kita gunakan untuk kemaslahan dan keselamatan umat, kemudian niatnya adalah wakaf karena Allah. Itulah hakikat harta bisa dibawa mati, bukan fisiknya yang dibawa mati, tetapi untuk perjuangan di jalan Allah ditunaikan, bisa dalam untuk apa saja, seperti Masjid DT, Asrama Tahfiz, dan lain sebagainya,” kata Agus.