Tengah Ramai Isu Tes DNA, Bagaimana Status Anak Hasil dari Perzinahan?

DAARUTTAUHIID.ORG | Hari-hari ini kita kerap mendengar berita perselingkuhan di media massa. Perselingkuhan tersebut berujung melahirkan anak dari hasil hubungan berzina yang dilarang dalam Islam.

Lantas, bagaimana Islam memandang anak yang lahir dari hasil zina? Bagaimana jua hukum dan status, serta nasab anak tersebut?

Dalam Islam, apabila seorang wanita berzina kemudian hamil, maka anak yang dilahirkannya adalah anak haram. Anak tersebut dinasabkan kepada ibunya dan tidak dinasabkan kepada laki-laki. Hal ini merujuk pada sebuah hadits dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Anak dinasabkan kepada pemilik ranjang. Sedangkan laki-laki yang menzinai hanya akan mendapatkan kerugian.” (HR Bukhari-Muslim)

Pendapat mayoritas ulama bahwa anak dari hasil zina tidak dinasabkan kepada bapaknya, alias dia adalah anak tanpa bapak. Namun anak tersebut dinasabkan pada ibu dan keluarga ibunya.

Islam memperlakukan hal tersebut agar seseorang dengan mudah melakukan perbuatan zina, yang punya dampak buruk bagi orang lain, baik secara kesehatan dan sosial.

Apabila wanita yang hamil dinikahi oleh laki-laki yang menzinainya, maka anak tersebut nasabnya hanya pada ibunya. Sedangkan suami tersebut, status anaknya hanyalah seperti robib (anak tiri). Jadi yang berlaku padanya adalah hukum anak tiri.

Apa bila sepasang laki-laki dan perempuan melakukan perbuatan zina hingga melahirkan anak, maka status anak tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, Anak itu tidak berbapak.

Kedua, Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu.

3. Jika anak perempuan maka apabila ia menikah maka bapaknya biologisnya tidak dapat menjadi wali pernikahan, yang menjadi walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.

Hendaknya setiap orang menghindari perbuatan zina, karena peerbuatan tersebut dapat merusak nasab seseorang.

Jika yang ditanam keburukan, maka keburukan berikut pula yang didapat. Oleh karena itu, para salaf pernah menyampaikan bahwa:

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberi taufik, hidayah dan kekuatan dalam meninggalkan segala bentuk kemaksiatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.