Tempat Tinggal yang Berkah
Ihwal yang berpotensi memalingkan ingatan dan perhatian kita dari Allah Ta’ala, salah satunya adalah tempat tinggal. Ketika kita hendak membeli rumah atau merenovasi rumah, hendaknya periksa dulu ke dalam diri. Untuk siapa dan untuk apakah pembelian dan renovasi tersebut dilakukan.
Pemeriksaan ke dalam diri ini penting dilakukan karena tidak sedikit orang yang membeli, membangun, atau merenovasi rumah dengan tujuan selain ketaatan kepada Allah Ta’ala. Misalnya agar mendapat pujian orang lain. Tidak sedikit orang yang melakukan hal itu dengan niat untuk pamer kepada tetangga atau kerabatnya.
Hal utama pada perkara tempat tinggal adalah berkah. Maka rajinlah berdoa seperti firman Allah Ta’ala dalam al-Quran:
وَقُلْ رَّبِّ اَنْزِلْنِيْ مُنْزَلًا مُّبٰرَكًا وَّاَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِيْنَ ﴿المؤمنون : ۲۹
Artinya: “Dan berdoalah, ‘Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat.’” (QS. al-Mu’minun [23]: 29).
Mari kita renungkan sejenak. Seandainya memang kemudian orang lain atau tetangga kita, atau kerabat memuji rumah kita, lalu lalu apa dampakmya bagi kita? Tidak ada apa-apa yang kita dapatkan kecuali hanya suara pujian kosong yang lewat begitu saja. Bahkan hanya menimbulkan kesenangan semu dan sesaat yang bertahan beberapa detik saja. Namun bahayanya kesenangan semua itu menyisakan noda kotor yang berpeluang selamanya hinggap di hati kita. Kotoran hati yang tidak bisa langsung hilang begitu saja.
Pujian dari mereka terhadap rumah kita hanya sekilas saja. Sama sekali tidak meringankan beratnya usaha kita dalam membangun, menyicil, atau merenovasinya. Apakah dengan memberikan pujian itu mereka lantas juga ikut berkontribusi untuk membantu meringankan biaya? Tidak sama sekali.
Tak ada manfaat sama sekali yang bisa kita dapatkan dari keinginan untuk mendapatkan pujian. Tak ada kebaikan sedikit pun dari niat kita yang bermaksud pamer kepada orang lain. Jadi jika kita hendak mendirikan, membeli, atau merenovasi rumah jangan niatkan untuk mendapatkan pujian orang lain. Jangan diniatkan untuk pamer karena hal itu hanya akan menyiksa diri sendiri.
Apalagi jika sampai melakukan hal itu dengan memaksakan diri melampaui kemampuan diri sendiri. Bukan tidak boleh memiliki rumah yang bagus tetapi bersikaplah proporsional. Bukan tidak boleh memiliki rumah yang indah tapi jangan ingatkan untuk pamer.
Teladanilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau tidak memiliki rumah yang mewah. Bahkan bisa dikatakan sederhana sekali. Rumah beliau tidak bepermadani tebal atau berlampu kristal. Padahal beliau adalah pemimpin dan tokoh besar yang dikenal sepanjang zaman.
Rumah Rasulullah juga tidak mempunyai gelas-gelas perak atau emas di dalamnya. Tapi apakah itu kemudian menurunkan kemuliaan beliau? Tidak sama sekali. Karena sungguh kemuliaan itu tidak datang dari kemewahan hidup. Apalagi diiringi dengan sikap sombong dan tinggi hati.
Mungkin kita tidak akan kuat hidup seperti Rasulullah saw. Betapa sederhana dan bersahajanya kehidupan beliau. Namun sikap meneladani beliau bisa dilakukan setidaknya dengan hidup secara proporsional. Tidak memaksakan diri dan juga tidak berlebihan dalam memenuhi rumah kita dengan benda-benda yang tidak dibutuhkan. (KH. Abdullah Gymnastiar)