Teladan Kaum Hawa
Sejarah Islam mencatat banyak kaum hawa yang bisa dijadikan teladan. Beberapa di antaranya adalah Khadijah Binti Khuwailid dan Fathimah az-Zahra binti Rasulullah saw. Khadijah binti Khuwailid lahir pada kira-kira 15 tahun sebelum tahun gajah. Ia berasal dari kalangan bangsawan Quraisy. Ia besar di kalangan keluarga pedagang. Maka tak heran ketika dewasa menjadi pebisnis besar dan kaya.
Salah satu karyawan yang bekerja menjualkan barang dagangan Khadijah adalah Muhammad bin Abdullah. Karena Muhammad dikenal sebagai al-Amin (yang dapat dipercaya), Khadijah pun tak keberatan jika Muhammad membawa barang dagangannya ke luar kota.
Kemampuan bisnis Muhammad yang bagus, cerdas dan berakhlak mulia membuat hati Khadijah tertarik. Khadijah pun menikah dengan Muhammad. Setelah pernikahan dengan Khadijah, Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul penutup. Misi suci ini membuat Rasulullah banyak meninggalkan rumah untuk berdakwah. Sebagai istri, Khadijah pun mendukungnya, sehingga tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk membantu penyebaran Islam.
Fathimah az-Zahra
Selain Khadijah, ada Fathimah az-Zahra yang dikenal sebagai sosok muslimah yang banyak membantu dakwah ayahnya, Rasulullah saw. Fathimah lahir pada 20 Jumadil Tsani tahun ke lima Hijriah. Yakni pada masa ayahnya, Nabi Muhammad berusia 45 tahun dan usia ibunya, Khadijah binti Khuwailid, 60 tahun. Sejak kecil, Fathimah sering dibawa bepergian oleh ayahnya.
Suatu hari Rasulullah sedang sujud di Masjidil Haram, saat itu beberapa orang musyrik datang dan melemparkan bangkai kambing ke arah punggung Nabi. Kemudian dengan cepat Fathimah menyingkirkan bangkai kambing yang menimpa ayahnya itu. Ketika itu juga Nabi langsung bermunajat, “Ya Allah, engkau yang akan menghadapi para pemuka Quraisy. Engkaulah yang akan menghadapi Abu Jahal Bin Hisyam, Utbah Bin Rabiah, Syaibah Bin Rabiah, Uqbah Bin Abi Muith dan Ubay Bin Khalaf. ” (HR.Muslim). Bahkan dalam Perang Uhud, Fathimahlah yang membersihkan dan mengobati luka-luka yang diderita Rasulullah saw.
Fathimah juga dikenal istri yang tak pernah mengeluh soal kemiskinan, dan tak menuntut Ali bin Abu Thalib untuk memberinya kalung atau perhiasan. Bahkan dalam sejarah diceritakan bahwa Fathimah hidup bersama Ali bin Abu Thalib dalam rumah kecil yang terbuat dari tanah dengan memakai alas dari kulit kambing. Jika siang alas kulit itu digunakan untuk tempat rumput makanan untanya. Bahkan jilbabnya pun terbuat dari tenunan kulit pohon kurma.
Bentuk kehidupan Fathimah yang sederhana dan prihatin tersebut menujukkan putri Rasulullah merupakan sosok yang mencintai akhirat ketimbang dunia. Aspek ini yang mestinya diteladani dalam kehidupan, terutama sisi kesederhanaan dan kesetiaannya.
Fathimah pun tak malu harus menggiling gandum untuk menyiapkan roti keluarganya sehingga tangannya luka. Hal ini merupakan pelajaran, seorang ibu rumah tangga harus berupaya untuk produktif dan merasa cukup dengan yang ada, membantu suami dalam masalah rumah tangga.
Pelayanan dan kesetiaan Fathimah pada suaminya tidak ada bandingannya. Beliau begitu lembut dan pandai menghibur suaminya, sehingga bisa menghilangkan rasa lelah jiwa dan badan suami tercintanya. Ali Bin Abu Thalib, suaminya, mengatakan, “Setiap saat aku melihat wajahnya, maka hilanglah semua kesedihanku.”
Peran Kaum Hawa pada Masa Rasulullah
Pakar tafsir Muhammad Quraisy Shihab menjelaskan dalam sejarah telah ada beberapa aktivitas yang dilakukan kaum hawa pada masa Nabi Muhammad saw. Dari mulai urusan bisnis hingga ada yang terlibat membantu dalam peperangan. Nama-nama seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila al-Ghaffariyah, Ummu Sinam al-Aslamiyah, dan lain-lain, tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat dalam peperangan.
Di samping itu, para perempuan pada masa Nabi Muhammad aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias, dan Shafiyah bin Huyay—istri Nabi Muhammad juga dikenal sebagai perawat.
Keterlibatan mereka itu merupakan hasil dari didikan dan binaan Rasulullah, yang senantiasa memberi perhatian atau pengarahan kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat. Misalnya, ada hadis yang diriwayatkan Abu Nu’aim dari Abdullah bin Rabi’ al-Anshari, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baik ‘permainan’ seorang perempuan muslimah di dalam rumahnya adalah memintal (menenun).” Juga Aisyah Binti Abu Bakar diriwayatkan pernah berkata, “Alat pemintal di tangan perempuan lebih baik daripada tombak di tangan lelaki.”
Bahkan Rasulullah dengan risalah ilahi menetapkan hak milik bagi kaum hawa dengan berbagai jenis dan cabangnya serta hak untuk mempergunakannya, termasuk hak mempertahankan hartanya dan membela dirinya. Begitulah peran kaum hawa yang bisa menjadi teladan bagi kaum muslimah di masa sekarang ini. (daaruttauhiid)