Tawakal Layaknya Umar
Meski punya definisi berbeda, tawakal dan ikhtiar sejatinya satu paket yang tidak dipisahkan. Menjalani salah satunya saja dan tidak memedulikan yang lainnya merupakan kekeliruan. Kalau pun hendak disederhanakan pengertian keduanya, tawakal itu masuk wilayah hati atau keyakinan, sedangkan ikhtiar mengarah pada wilayah tindakan atau amal.
Hal ini kiranya perlu kita perhatikan seksama. Mengapa? Karena tidak sedikit yang memahami dan mempraktikkan tawakal tidak pada tempatnya. Jadinya, kesalahan fatal yang bahkan dianggap sebagai kebenaran. Ini merupakan kekonyolan yang sangat nyata.
Contoh, ada orang yang tidak mau memakai helm ketika mengendarai sepeda motor. Ketika ditanya, jawabnya karena ia bertawakal kepada Allah. Bukankah hidup dan mati itu di tangan-Nya? Untuk apa mengenakan helm jika memang sudah ditakdirkan mati? Bahkan ketika mengenakan helm dan yakin tidak akan mati, maka ini merupakan tindakan musyrik. Lebih percaya helm daripada kepada Allah. Begitu dalihnya.
Contoh lain, ketika sakit tidak mau berobat. Ia yakin ini merupakan bentuk tawakalnya karena percaya hidup dan matinya di tangan Allah. Jika memang sudah masanya ia meninggal, maka meskipun berobat akan meninggal juga. Pun sebaliknya, jika masih diberi umur maka walau tanpa berobat akan bisa sembuh.
Kedua contoh ini merupakan gambaran sederhana ketika kita salah memahami tawakal dan keliru menempatkannya dalam perilaku atau amal. Tawakal memang artinya berserah diri atau pasrah kepada Allah. Mempercayai sepenuh hati jika takdir Allah pasti berlaku, tidak akan meleset sedikit pun karena campur tangan manusia.
Hanya saja, Allah memerintahkan manusia bertawakal setelah maksimal berikhtiar. Bukan sebaliknya atau malah tidak berikhtiar karena merasa sudah cukup dengan bertawakal. Jadi, sikap tawakal yang benar adalah dengan memaksimalkan ikhtiar dan kemudian setelahnya bertawakal dengan menerima segala kemungkinan yang bakal terjadi.
Rasulullah, Hamba Paling Bertawakal
Perintah Allah ini dapat kita lihat dari contoh yang diberikan langsung oleh Rasulullah saw. Sebagai suri telandan bagaimana menerapkan ajaran Islam yang benar, Rasulullah adalah contoh paling tepat bagaimana seharusnya kita memahami dan mempraktikkan tawakal.
Sebagai hamba Allah yang paling kuat keimanan dan benar tawakalnya, terbukti Rasulullah tidak pernah sedikit pun meninggalkan ikhtiar. Bahkan beliau sangat serius ketika berikhtiar karena Allah memang memerintahkan seperti itu.
Contoh, ketika hendak berperang, Rasulullah tetap memakai pedang, menutup badannya dengan baju zirah serta pelindung kepala terbaik. Beliau pun selalu menyusun strategi perang bersama para sahabatnya. Tidak serta merta datang ke medan laga hanya bermodal tangan kosong dan mengadahkan tangan, lalu berdoa supaya Allah binasakan musuh-musuhnya.
Contoh lain, dalam sebuah riwayat Rasulullah saw pernah ditanya oleh seseorang, “Wahai Nabi, aku ikat untaku kemudian aku tawakal atau aku lepaskan saja lalu aku bertawakal.” Lalu, Rasulullah Muhammad menjawab, “Ikatlah untamu kemudian bertawakal.”
Belajar dari Umar
Tawakal yang mengedepankan ikhtiar juga dicontohkan oleh salah satu sahabat terbaik Rasulullah, yakni Umar bin Khattab. Suatu waktu Umar ketika telah menjadi khalifah hendak ke negeri Syam bersama sahabatnya. Di tengah perjalanan rombongan itu berhenti. Lalu kemudian tersebar kabar bahwa Syam sedang dilanda wabah thoun. Setelah berdiskusi dengan yang lain, akhirnya Umar memutuskan membawa rombongan kembali ke Madinah.
Salah seorang menanyakan kembali keputusan Umar itu. Sahabat tersebut meyakini sebaliknya, jika kita telah bertawakal maka mengapa harus takut tertimpa wabah.
“Apakah Anda hendak lari dari takdir Allah?” tanyanya kepada Umar.
Umar kemudian menjawab, “Kita lari dari takdir Allah yang satu menuju ke takdir-Nya yang lain.”
Jawaban ini sangat cerdas. Karena Umar berkeyakinan dalam Islam, prinsip mencegah keburukan harus lebih didahulukan daripada mendatangkan kemanfaatan. Bukannya mempersoalkan takdir yang merupakan wilayah Allah, tapi Umar lebih menjalankan ikhtiar yang bisa membuka takdir-takdir Allah yang lainnya.
Jadi, amatlah penting memahami pengertian tawakal agar kita tidak salah dalam mengamalkannya. Mengikuti contoh tawakalnya Rasulullah, dan juga melihat bagaimana sahabatnya, Umar bin Khattab mempraktikkan tawakal. (daaruttauhiid)
sumber foto: kumparan.com