Tobat Sumber Kebahagiaan
Taubat. Inilah kata yang tidak asing lagi di telinga. Namun, tahukah engkau apa itu taubat? Sederhananya taubat adalah menghitung, mengakui, menyesali, dan meminta ampunan atas segala kesalahan dan kelemahan diri kepada Allah Ta’ala dengan sepenuh hati.
Bertaubat laksana membersihkan sebuah gelas kotor yang dipenuhi air kotor. Gelas itu bagaikan tubuh, sedangkan air adalah hati dan jiwa. Apabila jiwa berlumur dosa, tubuhpun akan menerjemahkan apa yang ada dalam jiwa. Maka, apabila dibiarkan hidup akan terjerumus ke dalam jurang dosa yang membinasakan.
Saudaraku, bertaubat itu harus dilakukan semata-mata untuk mengharapkan ridha Allah Ta’ala. Adapun prosesnya, kita bisa mengawalinya dengan banyak bertafakur, menyendiri, sambil bermuhasabah atau “menghitung-hitung” diri. Pada saat itu kita bisa merenungkan lika-liku perjalanan hidup yang telah dilewati, menelisik kekurangan diri, dosa, kemaksiatan, dan aneka kekhilafan yang telah dilakukan.
Setiap akan bertafakur dan bermusahabah, bermohonlah kepada Allah Ta’ala dengan ungkapan doa yang kita bisa. Ya Allah, Ya Lathif, Ya Fattah. Yaa Allah Yaa Rabbana, Engkaulah Al-Lathif, Zat yang Maha Lembut, lembutkan hati ini untuk bisa mengakui kekurangan diri. Hanya dengan pertolonganMu, hamba bisa mengakui kekurangan dan kesalahan diri.
Ya Allah, ya Fattah. Engkaulah Tuhan Yang Maha Esa Pembuka Hati, Bukakanlah hati ini dari hijab-hijab yang menghalangi hamba dari kesucian jiwa dan dari mencintai-Mu. Ya Allah, ya Ghaffar. Engkaulah Tuhan yang Maha Esa, Maha Pengampun, ampunilah segala dosa hamba, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, baik yang kecil maupun yang besar. Amin, ya allah, ya Rabbal ‘allamin.
Saudaraku, teruslah memohon pertolongan kepada Allah, terkhusus ketika kita telah bermaksiat atau saat mendapatkan kesempatan untuk bermaksiat. Sungguh, hanya karena Allah semata yang kuasa menjaga diri dan membukakan hati kita. Dialah yang kuasa memberi cahaya sehingga kita bisa melihat dan mengakui kesalahan diri. Jika kita tidak mampu melihat diri dan mengakui dosa-dosa, taubat pun akan hampa.
Pertaubatan kita akan sempurna apabila kita tahu kepada pihak-pihak manakah kita telah berbuat dosa.
Pertama kepada Allah SWT. Dosa yang paling utama harus kita taubati adalah dosa syirik, yaitu menduakan Allah Ta’ala dengan makhluknya. Kemusyrikan ini tidak harus menyembah patung. Ada kemusyrikan yang sangat terselubung, semisal menganggap seorang suami bagi istri sebagai pemberi dan penjamin rezeki. Atau sebaliknya, seorang suami meyakini istrinya sebagai sumber kebahagiaan. Atau, seorang pria yang bersikap alim di depan calon mertuanya dengan harapan mereka menjadikannya menantu. Keyakinannya atau tindakan seperti ini adalah suatu kemusyrikan yang harus ditaubati. Sebenarnya, tiada yang bisa menjadi sumber rezeki dan kebahagiaan selain Allah Ta’ala. Manusia hanya sebagai media atau jalan semata.
Kedua, kepada Rasulullah. Salah satu bagian terpenting dari kalimat syahadat adalah bersaksi atas kebenaran Rasulullah saw. Sebagai nabi dan Rasul beserta risalah yang membawanya. Diatara konsekuensi dari persaksian ini adalah berusaha menjadikan beliau sebagai teladan dalam hidup. Kita menjadikan sunnahnya sebagai bagian dari keseharian diri, sejak bangun tidur sampai tidur kembali. Namun, disinilah masalahnya, kita sering sekali tidak bersungguh-sungguh melakukan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Kita makan, minum, bergaul, dan mencari nafkah, tapi cara melakukannya jauh dari apa yang beliau contohkan. Jika, demikian kita layak bertaubat atas semua kesalahan ini.
Ketiga, kepada kedua orangtua. Kedua orang tua kita adalah orang yang paling berjasa dalam hidup. Sejak dalam kandungan sampai kita dewasa, tidak berlalu hari-hari kecuali ada limpahan kasih sayang dari mereka. Maka, sangat pantas apabila memohon kepada Allah Ta’ala agar mereka dimuliakan hidupnya, diampuni dosa-dosanya, dan dimudahkan segala urusannya. Sesungguhnya hal ini termasuk salah satu bentuk syukur kita kepadaNya. Tertulis dalam AlQuran, “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada bapak ibumu. Hanya kepadaKu lah kembalimu.” ( QS Al-Luqman,31:14)
Keempat, kepada pasangan hidup. Suami dan istri adalah partner hidup, teman seiya dan sekata, orang yang saling mengisi dalam perjalanan kehidupan. Dalam berinteraksi sebagai pasangan hidup, terbuka bagi keduanya celah untuk melakukan kesalahan dan kekeliruan entah di sengaja ataupun tidak. Semisal berburuk sangka, merasa diri lebih pintar, menyakiti, dengan kata-kata ataupun perbuatan, tidak menuruti perintah dan nasehat, tidak memenuhi hak serta kewajiban, dan sebagainya.
Kelima, kepada anak-anak. Ada banyak dosa yang dilakukan orangtua kepada anak, baik terasa maupun tidak terasa. Namun, dosa terbesar orang tua kepada anak adalah membiarkan anak tidak mengenal Allah Ta’ala, megajari anak-anak lebih senang beramal karena manusia daripada karena Allah Ta’ala, misalnya karena takut pada ibunya atau bapaknya. Tentu, hal ini bukanlah kesalahan anak. Akan tetapi, kesalahan orang tua mendidik anak mereka.
Keenam, kepada saudara sekandung. Banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya perbuatan dosa kepada saudara kandung. Salah satunya kita mendahulukan kepentingan orang lain daripada saudara sendiri. Padahal, dengan saudaralah kita hidup bersama, susah atau senang. Mengapa mereka dekat dengan kita dibiarkan dan tidak di perhatikan? Oleh karena itu, bagaimanapun kondisi saudara kita jangan sampai kita termasuk orang yang menghianati.
Ketujuh, kepada tetangga. Salah satu contoh dosa terhadap tetangga adalah membiarkan tetangga berada dalam kesusahan, padahal kita sanggup memberikan pertolongan. Atau, bisa pula, kita membuat tetangga merasa tidak nyaman. Sebagai contoh, kita membiarkan suara-suara bising yang mengganggu terdengar oleh para tetangga. Atau, kita memarkir kendaraan di halaman rumah tetangga tanpa izin. Atau, kita membiarkan binatang peliharaan berkeliaran bebas sehingga mengganggu, mengotori, dan merusakkan halaman tetangga, dan lain sebagainya. Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda bahwa salah satu tanda keimanan kita kepada Allah dan hari akhir adalah menghormati dan berbuat baik kepada tetangga.
Kedelapan, kepada sahabat karib. Jangan pernah melupakan sahabat lama hanya karena datangnya sahabat baru yang membawa keuntungan duniawi semata. Persahabatan yang dilandaskan karena Allah Ta’ala adalah persahabatan terbaik. Persahabatan jenis ini akan abadi sampai di akhirat. Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah saw. bersabda bahwa ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan perlindungan pada hari Kiamat. Salah satunya adalah mereka yang bersahabat karena Allah.
Kesembilan, kepada guru. Guru adalah orang yang sangat berjasa bagi kita, baik itu guru mengaji, guru TK, SD, SMP, SMA, dosen maupun guru di bidang lainnya. Kita harus menghormati dan menghargai mereka. Membahagiakan guru termasuk perbuatan yang sangat mulia, terlebih kepada guru yang menjadi jalan bagi kita untuk mengenal Allah dan rasul-Nya. Maka, apabila kita memiliki kesalahan kepada seorang guru, bersegeralah untuk meminta maaf. Atau, kalau tidak memungkinkan, semisal guru kita sudah wafat atau keberadaannya tidak kita ketahui, jangan putus untuk mendoakan mereka beserta keluarganya. Amalkan ilmunya dan laksanakan nasihat kebaikan darinya.
Kesepuluh, kepada mertua. Mertua sering kali menjadi sosok yang banyak dizalimi oleh menantu, baik melalui lisan maupun perbuatan. Maka, andai kita berposisi sebagai seorang menantu, banyaklah bertaubat apabila jarang membahagiakan mertua. Sesungguhnya merekalah yang telah membesarkan, mendidik, dan menyekolahkan pasangan hidup kita. Jasa mereka sangat banyak walau kita jarang menyadariya. Maka, bersegeralah untuk bertaubat meminta ampunan dari-Nya. Tanamkanlah dalam hati kita bahwa posisi mertua sama seperti orangtua kandung kita. Jangan pernah membeda-bedakan mereka.
Kesebelas, kepada pembantu (khadimat) atau karyawan. Salah satu penyakit hati yang sering melanda adalah perasaan lebih dari orang lain, apalagi jika dibandingkan dengan pembantu (khadimat) di rumah. Apabila ada perasaan semacam ini, segeralah bertaubat. Jangan sungkan untuk meminta maaf kepada mereka apabila ada kata-kata, sikap, atau perbuatan kita yang melampaui batas. Boleh jadi, derajat mereka di sisi Allah jauh lebih mulia daripada kita, bos atau majikannya. Saudaraku, memohon ampunan Allah Ta’ala bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Hanya saja dengan kesempurnaan ilmunya, Allah Ta’ala sudah menyediakan waktu yang sangat tepat untuk itu. Salah satunya pada sepertiga malam terakhir. Inilah salah satu moment yang sangat indah, special, dan sempurna dalam siklus harian seorang muslim. Bahkan dalam bahasa metaforanya disebut bahwa pada waktu-waktu itu malaikat menjadi lebih dekat, pintu-pintu pertolongan dan rahmat Allah dibukakan.
“Tuhan kita (Allah) Azza waa Jalla tiap malam turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir.” Rasulullah saw melanjutkan, “Pada saat itulah Allah Ta’ala berfirman, “Siapa berdoa padaku pasti aku kabulkan. Barang siapa meminta kepada ku pasti aku beri; dan siapa meminta ampunan kepada-Ku pasti kuampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila kita renungi hadits ini, kita akan mendapatkan sebuah kesimpulan yang mencengangkan. Bagaimana tidak, saking mulianya shalat tahajud dan saking berkahnya waktu sepertiga malam terakhir, Allah Azza wa Jalla sampai “menyengajakan diri” mendatangi hamba-Nya demi memberikan ampunan dan mendengar serta mengabulkan apa saja yang dimintanya, baik urusan duniawi maupun ukhrawinya.
Betapa ruginya kita apabila tidak segera menyambut keistimewaan yang Allah Ta’ala hadirkan setiap malam. Siapa lagi yang dapat memberi solusi atas segala permasalahan kita selain Allah Ta’ala? Siapa yang kuasa mengampuni kita? Maka kita dianggap tidak serius dalam bertaubat dan meraih kebahagiaan hidup apabila kita tidak mau mengadap Allah di sepertiga malam terakhir.
(Oleh : Ninih Mutmainnah)