Tantangan Independensi Media Massa di Tahun Politik

DAARUTTAUHIID.ORGTahun politik 2024 menyodorkan tantangan ke berbagai bidang di luar gelanggang utama pertarungan, tak terkecuali media massa. Tantangan ini sangat serius dan muncul karena adanya konflik kepentingan yang berpotensi memengaruhi independensi media massa. Dalam tahun politik ini, potensi tekanan terhadap pengelola media massa, khususnya para jurnalis dan redaktur, akan semakin berat.

Patut dicermati, tekanan terhadap independensi dan integritas para jurnalis itu terutama berasal dari internal industri media, yaitu pemilik media. Sebagaimana kita tahu, sejumlah elite politik memiliki asosiasi yang erat dengan media massa karena mereka memiliki saham terbesar dalam perusahaan media.

Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat, adalah pengusaha besar pemilik staisun televisi Metro dan jaringan medianya. Harry Tanoesoedibjo, pemilik jaringan media MNC yang menguasai stasiun televisi maupun media online, adalah Ketua Umum Partai Perindo. Eric Thohir, pemilik Republika dan jaringan Mahaka, memang bukan ketua umum partai politik seperti Surya dan Harry, namun dalam satu tahun terakhir ini ia aktif menghimpun dukungan dari partai politik agar bisa maju sebagai bakal calon wakil presiden.

Dengan posisi dua kaki di tempat yang sebenarnya harus saling independen, yaitu pemilik media dan elite politik—apalagi ketua umum partai, maka konflik kepentingan sangat sukar dihindari. Bahkan, dapat dikatakan ketiga elite partai tersebut memegang tiga sumberdaya kekuatan di tangannya: politik, ekonomi-bisnis (sebab mereka juga pebisnis besar di bidang selain media), dan media massa.

Media massa seharusnya independen dari politik dan ekonomi-bisnis agar mampu mengontrol kepentingan politik dan kepentingan ekonomi-bisnis elite. Dalam fungsi asalnya, media massa harus memainkan peran sebagai watch-dog yang memantau praktik kekuasaan maupun praktik ekonomi dengan tujuan melindungi kepentingan masyarakat umum. Ketika ketiga sumberdaya politik, ekonomi, dan media massa berada sekaligus di satu tangan, fungsi kontrol tersebut berpotensi tergerus.

Para elite politik pemilik media ini memahami benar besarnya pengaruh media massa terhadap pembentukan opini di tengah masyarakat. Sejak awal mereka memandang media massa sebagai instrumen strategis untuk memengaruhi pembentukan kebijakan yang berdampak terhadap masyarakat. Mereka juga berkepentingan agar kebijakan yang diterbitkan pemerintah tidak berdampak buruk terhadap kepentingan bisnis mereka.

Boleh dikata, persaingan di antara elite media tersebut menggambarkan pertarungan memperebutkan kekuasaan yang akan berdampak atas kepentingan ekonomi masing-masing. Ketiga sosok ini memiliki pilihan politik yang berbeda terkait pilpres 2024. Surya dengan Nasdemnya mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Harry Tanoe mendukung capres usungan PDI-P, yaitu Ganjar Pranowo, sedangkan Erick Thohir berusaha mencari dukungan partai politik agar bisa mencalonkan diri sebagai wakil presiden.

Begitu besar kepentingan politik elite pemilik media massa ini, sehingga potensi hilangnya independensi media massa dalam melaporkan peristiwa politik menjelang maupun selama pilpres dan pileg berlangsung akan demikian besar. Sangat terbuka kemungkinan bahwa masing-masing elite media ini akan memberikan tekanan kepada para jurnalis pengelola media agar menonjolkan informasi positif calon mereka dan tidak memberitakan informasi negatif yang berdampak buruk terhadap citra calon mereka. Bagi elite politik ini, tahun politik merupakan tahun pertaruhan bagi kelangsungan kepentingan ekonomi-bisnis mereka. Karena itu, mereka tidak akan segan-segan mengorbankan independensi media massa.

(Dian R. Basuki, M.T.)

Dosen Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam STAI Daarut Tauhiid & Lajnah Syariah


Redaktur: Wahid Ikhwan

DAARUTTAUHIID.ORG