Spiritualitas dalam Bisnis
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, dia akan diberi jalan keluar dan dibukakan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (QS. at-Thalaq [65]: 2-3).
Fenomena yang sedikit ‘aneh’ pun terjadi. Pada era pasar global, kita akan menemukan orang-orang suci, mistikus, atau sufi di perusahaan-perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern, bukan di wihara, kuil, gereja, atau masjid. Gay Hendricks, seorang profesor di Universitas Colorado bersama Kate Ludeman, seorang doktor di bidang psikologi dan seorang konsultan eksekutif, menulis buku The Corporate Mystic. Keduanya menghabiskan ribuan jam bercakap-cakap dengan ratusan eksekutif kelas dunia selama hampir 25 tahun.
Dalam bukunya itu, Gay Hendricks dan Kate Ludeman menulis kemungkinan besar kita akan menemukan para mistikus (spiritualis) sejati di ruang-ruang rapat perusahaan-perusahaan besar, bukan di tempat-tempat ibadah. Para mistikus ini mengamalkan nilai-nilai spiritual yang mereka ajarkan di perusahaannya. Bahkan, kedua penulis ini meramalkan, para pengusaha sukses abad 21 akan memimpin spiritual. Kesimpulan ini terkuak setelah mereka bekerja dengan 800 eksekutif selama hampir 25 tahun.
Sebagai ilustrasi tambahan, guna memperjelas fenomena tersebut, ada baiknya kita menyelami bukunya Ari Ginanjar, Emotional Spiritual Quotient Power. Dalam bukunya, Ari memberikan contoh spesifik, para pengusaha yang sukses dengan mengamalkan nilai-nilai spiritual dalam hidupnya, terutama dalam bisnisnya.
Soichiro, pendiri Honda Motor, memimpin 43 perusahaan di 28 negara. Ia tak memiliki harta pribadi dan tinggal di rumah sederhana. Bahkan, ia tak memberikan warisan pada anak-anaknya. Ia hanya mengajarkan anak-anaknya agar sanggup berusaha sendiri dan hidup mandiri.
Kyoto Ceramics, bergerak di bidang semi-konduktor, mampu meraup omset 400 juta US dollar dalam setahun. Keuntungan bersihnya setelah dipotong pajak senilai 12%. Cara hidup pemimpinnya amatlah sederhana, memandang rendah kemewahan.
Konosuke Matsushita, pendiri dan pemimpin bisnis raksasa kelas dunia Grup Matsushita, selain dirinya seorang entrepreneur dan pendidik, ia seorang filsuf yang sangat populer. Ia menulis 46 judul buku, mulai tahun 1953 hingga 1990. Pada akhir hayatnya, ia menyumbang 291 juta US dollar dari saku pribadinya, dan 99 juta US dollar dari kas perusahaan untuk kemanusiaan. Ia meninggal pada usia 94 tahun. Life isn’t only for bread atau hidup bukanlah sekadar untuk sepotong roti adalah moto bisnisnya.
Aa Gym atau KH. Abdullah Gymnastiar merupakan contoh di Indonesia. Selain seorang ulama, beliau adalah seorang pengusaha besar. Ustaz Ihsan Tanjung juga sama. Ia seorang pengusaha dan seorang spiritualis atau dai, dan banyak contoh lainnya lagi.
Lalu, muncul sebuah pertanyaan mendasar, apa yang membuat mereka mampu menjadi raksasa bisnis? Kekuatan apa yang mereka miliki hingga dapat mengecap manisnya sukses bisnis? Padahal melihat kehidupan mereka, jelas penuh kesederhanaan. Bisnis yang mereka lakukan tak hanya berorientasi uang. Bahkan, mereka rela mengorbankan sebagian hartanya untuk disumbangkan. Harta yang melimpah ruah tak membuat mereka dan anak keturunannya riya serta hidup foya-foya.
Harvard Business School pernah mengadakan forum diskusi leadership. Para eksekutif internasional berbagai perusahaan datang menghadirinya. Diskusi yang berjudul ‘Does Spirituality Drive Succsess?’ yang artinya, apakah spiritualitas bisa membawa seseorang pada keberhasilan? Diskusi itu mampu menyedot perhatian para CEO (Chief Executive Officer) perusahaan AS untuk menghadirinya. Bill Gates dan Michael Dell, manusia terkaya sejagat yang bisnis softwarenya menguasai dunia, juga para pebisnis kenamaan lainnya turut hadir dalam pertemuan tersebut.
Diskusi yang mengambil tempat paling bergengsi bagi kaum intelektual bisnis dan menghadirkan para CEO perusahaan terkemuka dunia itu, akhirnya mencapai kesepakatan. Kesepakatan, paham spiritualisme mampu menghasilkan lima hal, yakni kejujuran, semangat, inisiatif, bijaksana, dan keberanian mengambil keputusan. Serta semua sepakat dan setuju, spiritualisme terbukti mampu membawa seseorang menuju tangga kesuksesan dan berperan besar menciptakan seorang powerful leader (pemimpin yang memiliki kemampuan dahsyat).
Hasil survei The Leadership Challenge, lembaga leadership internasional, terhadap karakteristik CEO di enam benua: Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia Eropa, dan Australia, memperkuat hasil kesepakatan Harvard.
Hasil survei tersebut menunjukkan, sikap jujur, berpikiran maju, kompeten, dapat memberi inspirasi, cerdas, adil, berpandangan luas, suka mendukung, terus terang, bisa diandalkan, suka bekerja sama, tegas, berdaya imajinasi, berambisi, berani, penuh perhatian, matang, dewasa dalamberpikir dan bertindak, loyal, mampu menguasai diri dan mandiri, merupakan karakter yang ada pada CEO ideal hasil survei.
Karakter-karakter ideal itu terbukti mampu mengantarkan orang pada puncak kesuksesan. Bukan hanya dari segi materi, tapi juga kebahagiaan batin. Namun, karakter ideal yang bersumberkan nilai spiritual tersebut saat ini belum sepenuhnya ada pada diri setiap CEO/pengusaha (meskipun tak hanya CEO yang harus memiliki karakter itu). Padahal nilai spiritual ini mampu mengantarkan pada kebahagiaan dan minimbukan ‘bencana’ apabila tak memiliki dan mengamalkannya.
Miskinnya nilai spiritual dalam diri seorang pengusaha dapat merugikan orang lain juga dirinya sendiri. Peristiwa yang menimpa Presiden Direktur Hyundai yang mati bunuh diri dengan meloncat dari gedung pencakar langit. Juga seorang top eksekutif Indonesia yang mati bunuh diri dengan terjun bebas dari sebuah apartemen berlantai 56 di Jakarta, seharusnya tak terjadi. Itu jika mereka memiliki dan mengamalkan nilai-nilai spiritual. Melimpah ruahnya harta kekayaan tak menjamin hidup seseorang akan bahagia, tanpa sentuhan nilai spiritual!
Bagi seorang muslim tentu saja nilai-nilai spiritual ini bersumberkan al-Quran dan as-Sunah. Dalam Islam ada contoh teladan, seorang pembisnis sejati, yang sukses dalam bisnisnya. Nabi Muhammad saw adalah salah satunya. Sifat Shidiq (jujur), Fatonah (cerdas atau pintar), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (profesional), yang ada pada diri beliau terbukti mampu mengantarkannya menjadi pedagang yang sukses pada waktu itu. Sebenarnya, jika seorang muslim melaksanakan ajaran agamanya dengan utuh dan sungguh-sungguh, maka akan menuai kesuksesan dalam hidupnya. Kesempurnaan Islam tampak dalam ajarannya. Islam mengatur berbagai dimensi kehidupan, termasuk ekonomi.
Seorang muslim yang melaksanakan ajaran agamanya seperti benda langit yang bergerak dalam lintasannya, mengelilingi pusat orbit. Benda langit tersebut tak akan berbenturan dengan benda langit lainnya, karena posisinya sudah tepat pada lintasannya.
Mahabesar Allah yang menurunkan ajaran sesempurna ini. Alangkah bahagianya orang yang meyakini dan mengamalkan ajaran Islam. Kebahagiaan dunia dan akhirat akan mudah diperolehnya. Pribahasa Sunda mengatakan laukna beunang caina herang, kiranya cocok untuk menggambarkan para spiritualis ini. Wallahu a’lam. (daaruttauhiid)