Shiddiq: Kriteria Pemimpin Terbaik
Karakter pertama dari seorang pemimpin yang dicintai oleh Allah Ta’ala adalah memiliki karakter shiddiq atau jujur. Kejujuran adalah hal utama yang tidak boleh lepas dari diri seorang pemimpin. Kepercayaan dari masyarakat akan kuat menyokong seorang pemimpin yang memiliki kejujuran. Jika kejujuran hilang dari diri seorang pemimpin maka kepercayaan akan sangat mudah sirna. Dan jika pemimpin sudah tidak mendapat kepercayaan dari rakyatnya maka kehidupan tidak akan berlangsung dengan tenang. Akan muncul banyak kecurigaan dan jauh dari keberkahan.
Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا ۗ ﴿الأحزاب : ۲۱
Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21).
Kejujuran adalah sifat yang melekat pada diri Baginda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Karena kejujurannya itu, sejak masih sangat muda sudah mendapatkan kepercayaan orang-orang di sekitar beliau. Padahal saat itu mereka belum sama sekali mengenal agama Islam. Gelar kejujuran Rasulullah adalah gelar bagi orang yang setiap ucapannya pasti benar, setiap janjinya pasti ditepati, dan setiap amanahnya pasti ditunaikan dengan penuh tanggung jawab; bersih dari khianat.
Inilah karakter utama yang perlu kita miliki. Gelar al-Amin bermakna orang yang jujur lagi tepercaya; merupakan sebuah gelar yang hanya satu-satunya dan tidak akan ada lagi manusia bergelar demikian.
Mengapa saat ini banyak sekali pemimpin yang terjerat kasus korupsi dan kolusi. Karena di dadanya hanya ada nafsu untuk berkuasa, namun tidak ada azzam untuk berlaku jujur. Sedangkan jika seorang pemimpin yang sudah tidak jujur, maka artinya ia tidak yakin kepada Allah Ta’ala. Bahwa Allah Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mengawasi. Dia pun tidak yakin pada adanya hari akhir, pada adanya hari perhitungan yang mana setiap perbuatan sekecil apa pun pasti ada pembalasannya. Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ عَالِمُ غَيْبِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ اِنَّهٗ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ ﴿فاطر : ۳۸
Artinya: “Sungguh, Allah mengetahui yang gaib (tersembunyi) di langit dan di bumi. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Fatir [35]: 38).
Tiada sekecil apa pun kejadian kecuali pasti ada dalam pengawasan Allah Ta’ala. Sesamar apa pun bisikan kecuali pasti Allah mendengarnya. Tiada strategi, manipulasi yang dirahasiakan, transaksi yang disembunyikan, serapat apa pun itu kecuali pasti Allah mengetahuinya. Tidak ada yang luput dari pengetahuan Allah Ta’ala.
Ini adalah perkara yang sangat esensial dalam suatu kepemimpinan. Satu rupiah saja yang dicuri dari uang negara, maka itu merupakan investasi besar bagi kekacauan. Selembar rupiah saja yang diselipkan ke dalam kantong pribadi, maka itu merupakan awal dari kehancuran.
Untuk apa berbuat tidak jujur, padahal kejujuran adalah bukti dari kemuliaan seseorang. Seorang pemimpin yang tidak jujur mungkin sedang mencari kekayaan dan boleh jadi dia memang mendapatkannya. Namun demi Allah, kekayaan yang ia dapatkan adalah semu. Hakikatnya ia sedang berjalan menuju jurang kerugian yang sangat dalam dan menyakitkan.
Kejujuran adalah refleksi dari kebeningan hati. Orang yang selalu berusaha jujur di dalam hidupnya baik dalam niat, ucapan, dan perbuatan bisa dipastikan memiliki moral yang baik dan akhlak yang mulia. (KH. Abdullah Gymnastiar)