Shibghatallah di Antara Celupan Lain
Shibghatallah ialah celupan Allah. Dalam kehidupan ini, masih banyak celupan lain yang dapat mewarnai diri kita atau suatu ummat. Celupan itu bisa berasal dari agama dan kepercayaan selain Islam, bisa pula berasal dari budaya dan tradisi yang tidak selaras dengan Islam, bisa pula konsep manusia seperti ideologi. Apapun namanya, dari manapun asal-usulnya, celupan-celupan itu hanyalah artificial, mudah luntur, dan tidaklah menarik selain untuk sesaat.
Seluruh celupan selain celupan Allah memiliki kualitas yang jauh lebih rendah daripada celupan Allah. Secara retoris, Allah SWT menyatakan: Siapakah yang lebih baik celupannya daripada celupan Allah?
Lalu, mengapakah kaum muslimin tidak menjadikan celupan Allah sebagai jatidirinya? Ada banyak factor yang menyebabkan celupan itu tidak mewarnai diri kaum muslimin.
Pertama, tentu saja, ketidakfahamannya tentang makna keimanannya yang dinyatakan pada dua kalimah syahadah. Sekalipun berungkali diucapkan, prose situ tidak berlanjut dengan upaya memahaminya, sehingga terputus pada sebatas pengakuan.
Kedua, hampir sebagian kaum muslimin berada dalam lingkungan dimana Islam difahami (atau disalahfahami) sebatas aturan ritual antara seorang individu dengan Tuhannya. Sehingga, sulit untuk menemukan keteladanan yang menampilkan keindahan Islam secara pada sosok seorang muslim ataupun keistimewaan sebuah masyarakat Islam.
Pada saat yang bersamaan, lingkungan disekitar diri kaum muslimin, dengan gencar, baik secara sengaja melalui ghazwul fikr ataupun tidak sengaja, semakin menjauhkan kaum muslimin dari jatidirinya. Kehidupan materialisis menjadikan pribadi-pribadi yang berpikir pendek, mencari kenikmatan hidup saat ini, disini. Godaan sesaat ini sangat selaras dengan hawa nafsu manusia yang kenikmatannya sesaat pula.
Betapa pun sulitnya proses untuk mendapatkan kembali jatidiri muslim pada saat ini, senantiasa ada sekelompok kaum muslimin yang terus berupaya menghidupkan jatidiri kaum muslimin ini sebagaimana janji Allah melalui RasulNya: “Tidaklah henti-hentinya sekelompok dari ummatku yang menegakkan al-haq”.
Saatnyalah bagi kita untuk bergabung bersama arus perbaikan dan kebangkitan ini. Aktif terlibat dalam proses perbaikan. Perbaikan diri, keluarga dan ummat. Niscaya, cepat atau lambat, warna indah dari shibghatallah itu akan cemerlang menerangi kehidupan ummat manusia. (daaruttauhiid)