Saat Merasa Berat, Lakukan Saja
Sebagai manusia beriman, memahami apa yang Allah sukai itu adalah faktor pembuat kita bahagia. Ini merupakan hal yang sangat penting. Memahami bahwa kemuliaan akan kita raih jika Allah juga suka dengan apa yang kita kerjakan. Hal itu adalah keniscayaan, kendati pasti nafsu akan senantiasa menghalangi. Kita harus sering melatih membersihkan diri dari apa yang kira-kira jadi beban di akhirat nanti. Salah satunya banyak barang-barang yang lebih baik dipakai orang, daripada hanya kita simpan dan tidak terpakai.
Misal sarung, badan kita hanya satu, butuh berapa banyak pakai sarung sih sebenarnya? Ya sebenarnya tidak terlalu banyak yang kita butuhkan. Kita tidak bisa memakai sarung langsung dua, atau langsung lima buah. Justru sangat memalukan jika kita pakai sarung sekaligus dengan jumlah banyak. Yang kita simpan di rumah banyak, tapi yang kita pakai kan sarung itu lagi, itu lagi. Karena kalau membuka sarung yang baru merasa saying. Aneh memang manusia itu.
Seharusnya kalau tidak terpakai oleh kita, berikan saja untuk bisa dipakai orang lain. Supaya kita mendapat pahalanya. Itulah tipu daya setan, membuat kita selalu ragu untuk berbuat kebaikan. Padahal penelitiannya sudah jelas, uang yang dipergunakan untuk membeli barang bagi menyenangkan diri sendiri, dan uang yang dipergunakan untuk membeli barang agar menyenangkan orang lain berbeda rasa bahagia yang didapatnya. Penelitian yang objektif itu mengungkapkan kebahagiaan yang asli ketika kita membeli sesuatu untuk orang lain. Jika kita menyenangkan diri sendiri itu bahagianya semu dan tidak stabil.
Hadirin sekalian mari kita bulatkan tekad, setiap mendengar apa yang Allah suka sadari itulah kunci bahagia. Jangan terkecoh dengan tipu daya setan. Karena kerja setan itu hanya bisa ngebisikin, Jangan tertipu, setan mau ngomong apa saja ya memang kerjaannya seperti itu. Buatlah segala sesuatu menjadi lebih sederhana.
Saat mau tahajud, tekadkan dalam hati, “Harus bangun, harus berkorban!” Kalau mau bahagia harus bisa bangun. Tapi masih mengantuk, memang inilah titik godaanya. Padahal peta kehidupan sudah sangat jelas. Saat merasa berat, ingat bagaimana fadhilah atau keutaman amal tersebut. Misal salat Isya, ingat bahwa barang siapa yang salat Isya berjamaah maka pahalanya setara dengan salat terus menerus separuh malam. Atau saat berat salat Subuh, ingat bahwa barang siapa yang salat Subuh berjamaah, pahalanya itu seakan salat sepanjang malam terus-menerus.
Kalau merasa berat, atau tidak suka, lakukan saja. Selanjutnya perkara akhlak, karena harga tertinggi yang diberikan kepada timbangan amal nanti adalah timbangan akhlak. Berusaha sekuat tenaga menjadi orang yang berakhlak baik. Bersihkan diri dari penyakit-penyakit hati. Selalu ingat keutaman berakhlak mulia, surga tertinggi itu diberikan kepada manusia beriman yang berakhlak baik. Kalau ada yang bertanya. “Mengapa kamu memaafkan orang yang menyakitimu?” Jawab saja dengan ringan, “Karena Allah menyuruh!”
“Tapi dia tidak memaafkan kesalahanmu.” Ya itu urusan dia. Kembalikan segala amal dan alasan karena perintah Allah. Mengapa kita tidak pelit? Karena Allah suka orang dermawan. Mengapa kita gemar memuliakan tetangga padahal tetangganya kurang baik kepada kita? Karena Allah memerintahkan seperti itu. Misalnya, ada suami yang punya istrinya emosional, pemarah, ya tinggal sempurnakan kesabaran saja. “Mengapa bapak jadi suami yang sabar?” Ya pada intinya karena Allah menyuruh menjadi suami yang demikian. Yang penting mah kita mampu menerima sambil membantu istri memperbaiki diri. Allah harus jadi pegangannya. Insya Allah jika kita sudah mampu menempatkan Allah sebagai satu-satunya sandaran, hidup akan mudah dan sederhana. (KH. Abdullah Gymnastiar)