Pertemuan Sarah dan Raja Mesir: Sabar dan Salat Pengurai Masalah Bertabur Berkah
“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu´. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah [2]: 45-46)
Pemerintahan Babilonia musnah setelah Allah datangkan azab atasnya. Tugas Nabi Ibrahim pun tuntas di sana. Kemudian, Allah memberikan kehidupan baru dengan turunnya perintah menikah dan berhijrah.
Bersama Siti Sarah dan keponakannya (Luth), Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut. Beliau bergegas menuju tempat yang Allah tunjukkan, yaitu negeri Syam. Sesampainya di sana, beliau menugaskan Luth agar menjadi penanggung jawab sekaligus eksekutor tegaknya tauhidullah di sana. Ada pun Nabi Ibrahim dan Siti Sarah melanjutkan perjalanannya ke negeri Mesir.
Mesir saat itu dikuasai raja lalim yang senang bermain perempuan. Setibanya di sana, Nabi Ibrahim segera berwasiat kepada istrinya agar tidak menunjukkan mereka adalah pasangan suami-isteri dengan alasan keamanan dan keselamatan. Jika ada yang bertanya, cukup dijawab dengan mengatakan mereka bersaudara.
Kabar kedatangan Nabi Ibrahim dan Siti Sarah sampai ke telinga Raja Mesir. Merasa telah menemukan mangsanya, ia lalu memerintahkan pengawalnya untuk mengundang sekaligus menjemput Siti Sarah ke istananya.
Nabi Ibrahim dan Siti Sarah tidak menemukan cara menghindar, apalagi menolak undangan tersebut. Menolak berarti menentang dan siap menghadapi resikonya. Mau tidak mau, Siti Sarah harus mengikuti keinginan Raja Mesir.
Nabi Ibrahim tidak pernah sangsi kepada Rabbnya. Ia yakin Allah hendak memberikan kebaikan dari kejadian ini. Maka, ia menjalani takdir ini dengan penuh kesabaran dan permohonan agar hatinya senantiasa diringankan dan dibukakan, agar selalu menerima ketetapan yang Allah berikan kepada diri dan keluarganya. Ia sampaikan permohonan itu dalam salat hajatnya.
Begitu pun dengan Siti Sarah. Di tempat pertemuan, Siti Sarah thaharah dan bersegera melaksanakan salat. Selanjutnya ia hiasi bibirnya dengan lantunan doa perlindungan agar terhindar dari perlakuan kotor dan keji Raja Mesir. Sebagai perempuan suci, ia hanya ingin memberikan kesuciannya kepada suami tercinta.
Pertemuan yang direncanakan pun terjadi. Raja Mesir mendekati dan merayu Siti Sarah agar bersedia melayaninya. Namun sayang, bukannya respon positif yang ia dapatkan, melainkan untaian doa-doa yang ia panjatkan kepada Rabbnya. Dalam kondisi demikian, Raja Mesir tidak memiliki pilihan kecuali memaksanya.
Allah Azza wa Jalla tidak membiarkan hamba-Nya terzalimi. Perlindungan berupa maunah pun terjadi. Setiap kali Raja Mesir berniat menjamah Siti Hajar, seluruh badannya tiba-tiba berubah menjadi kaku dan sulit digerakkan. Baru setelah niatan itu hilang, kondisinya kembali normal. Demikianlah kejadian ini berulang sampai sebanyak tiga kali.
Raja Mesir pun tersadar apa yang dilakukan tidak mendapat restu dari tuhannya. Ia menyampaikan penyesalan sekaligus permohonan maaf kepada Siti Sarah. Sebagai gantinya, ia menghadiahkan seorang perempuan (Siti Hajar) yang membantu dan melayani semua keperluan Siti Sarah.
Siti Sarah bersyukur kepada Allah SWT. Bersama Hajar, ia segera kembali ke penginapannya. Setibanya di sana, tampak Nabi Ibrahim masih khusyu dan khudu’ dalam rangkaian salat dan doa keselamatan yang ia panjatkan untuk keselamatan istrinya.
Betapa gembiranya Nabi Ibrahim saat mendapati istrinya kembali tanpa mendapatkan perlakuan jelek dari Raja Mesir. Sebaliknya, ia mendapat anugerah hadiah seorang manusia yang melayani segala keperluannya. Inilah taburan berkah yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Mereka yang senantiasa menjalani seluruh fragmen kehidupan dengan penuh kekhusyuan dan keyakinan, serta sabar dan salat sebagai pemantiknya. Wallahu a’lam. (Oleh : Ustadz. Edu)
Sumber foto : egypt_matte_by_scott_richard_by_rich35211_deviantart