Perlukah Dikenal?
Oleh: Achmad Tuqo S. Billah
Keinginan agar dikenal sebagai orang yang istimewa di hadapan makhluk adalah tanda ketidaktulusan dalam beribadah. Bila kita tulus dalam beribadah maka kita tidak akan mempedulikan pandangan dan penilaian makhluk. Fokus kita hanya tertuju pada-Nya. Kita tidak akan memperdulikan mengetahui atau tidaknya orang lain terhadap ibadah yang kita lakukan.
Cukup hanya Allah saja yang akan menilai amalan kita, bukan manusia yang memang sama-sama makhluk seperti kita, yang tak punya daya dan upaya melaikan hanya karena pertolongan Allah. Sebab memang pada hakikatnya kita bukanlah siapa-siapa, tidak tahu apa-apa, tidak bisa apa-apa, dan tidak punya apa-apa. Semua hanya atas rahmat dan kebaikan Allah saja sehingga kita Allah berikan sedikit ilmu, yang dengan ilmu itu syariatnya kita bisa melakukan ini-itu, meski pada akhirnya tetap “Laa haula wa laa quwwata illaa billaah”.
Bila kita menginginkan dikenal oleh orang lain, namun Allah Swt. tidak menginginkannya, maka sedikitpun kita tidak akan pernah dikenal, walaupun kita berupaya sekuat tenaga ‘mempromosikan diri’ kesana kemari. Sebaliknya, bila Allah yang menginginkan kita dikenal, walaupun kita tidak menginginkannya, maka kita akan dikenal dengan sendirinya. Sebab memang keutamaan dan kemuliaan itu berada dalam genggaman-Nya. Allah akan memberikan semua itu kepada siapapun yang diinginkan-Nya.
Namun, satu hal yang perlu ditanamkan dalam hati kita, bahwa terkenal di dunia bukanlah sebuah kebanggaan. Sebab betapa banyak para sahabat dan orang-orang shalih yang tidak dikenal di penduduk bumi, namun amat dikenal oleh penduduk langit. Namanya dibangga-banggakan, disebut-sebut, dan didoakan segala macam kebaikan oleh penduduk langit.
Sebagai bahan tafakkur dan pengingat diri, jangan sampai dzahir kita beribadah, namun hati kita disibukkan dengan rasa ingin dikenal. Hati-hatilah dengan jebakan ini, sebab tidak sedikit di antara kita yang terjerumus ke dalamnya. Hanya orang-orang pilihan-Nya sajalah yang mampu menghindarinya. Semoga kita termasuk orang-orang yang Allah selamatkan dan mampu menghindarinya.
Maka, pada akhirnya memang selayaknya kita harus selalu meminta pertolongan pada Allah, agar Allah hindarkan kita dari niat yang salah, ilmu yang salah, dan amal yang salah. Mudah-mudahan segala ibadah kita tulus hanya karena-Nya, dan utuh hanya untuk-Nya. Aamiin.
Wallaahu a’lam bish-shawab.
___
Disadur dari kitab syarah Al Hikam hlm. 310
Penulis: Achmad Tuqo Syadidbillah (santri PPM 9 Daarut Tauhiid, santri Baitul Qur’an Daarut Tauhiid)