Perkara Kesucian Hewan dalam Islam
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ فِي اَلْهِرَّةِ: إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ, إِنَّمَا هِيَ مِنْ اَلطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ – أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ. وَابْنُ خُزَيْمَةَ
“Dari Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang kucing: bahwa kucing tidak najis, ia termasuk hewan yang berkeliaran di sekitar kalian.” (HR. Malik, Ahmad, Tirmidzi)
Hadits ini mengandung dua dasar; pertama perkara yang sulit mendatangkan kemudahan atau sesuatu yang sulit dihindari. Benda-benda yang sulit terhindar dari kucing dihukumi suci, dan tidak wajib mencuci sesuatu yang bersentuhan langsung dengan tangan kucing, kakinya, atau mulutnya. Alasan tentangnya telah disebutkan Nabi dalam sabdanya, “la termasuk yang banyak mengelilingi kalian.” Hal ini sama dengan alasan dibolehkannya istijamar pada dua kemaluan dengan batu, mengusap khuff (sepatu), atau mengusap ujung kain.
Atau dimaafkannya sedikit tanah jalanan yang najis, atau dihalalkannya sisa-sisa darah yang tertinggal pada daging atau urat, atau dibolehkannya hewan buruan yang ditangkap oleh anjing, atau kasus lain yang memiliki alasan sama yaitu kesulitan dan kepayahan. Kedua, kucing dan makhluk lain sejenisnya suci dalam kondisi hidup ia tidak membuat najis apa yang disentuhnya, baik makanan, minuman atau pakaian.
Oleh karena itu binatang memiliki lima jenis dalam hal najis dan yang tidak. Pertama zatnya, anggota tubuhnya, dan kotorannya najis dalam kondisi hidup maupun mati, seperti anjing, seluruh hewan buas, babi, dan semisalnya. Kedua yang suci dalam kondisi hidup, dan najis ketika mati, seperti kucing dan hewan sejenisnya, dan ia tidak halal meski disembelih.
Ketiga yang suci dalam kondisi hidup dan matinya, tetapi tidak halal dimakan, seperti serangga yang tidak memiliki darah yang mengalir. Keempat yang suci dalam kondisi hidup dan setelah disembelih, seperti hewan yang halal dikonsumsi, sebagaimana hewan ternak.
Kelima yang suci dalam kondisi hidup dan setelah mati, baik disembelih atau tidak ia tetap halal, seperti hewan laut dan belalang. Banyak ahlul ilmi berpendapat sucinya anak-anak, dan sucinya mulut mereka meski usai terkena najis berdasarkan sabda Nabi “la termasuk yang banyak mengelilingi kalian.” Demikian pula air liur, keringat, dan bulu keledai dan bighal (hasil perkawinan kuda dengan kedelai). Karena lebih sulit terhindar dari keledai dan bighal dari pada terhindar dari kucing.
Hal ini didasarkan pada hadits yang menerangkan bahwa Nabi dan para sahabatnya pernah mengendarai keledai dan bighal, dan mereka tidak berhati-hati darinya. Dan inilah pendapat yang benar. Sedangkan sabda Nabi tentang daging keledai pada perang Khaibar, “la (keledai) adalah kotor.” Maksudnya dagingnya kotor, najis, dan haram dimakan. Sementara keringat, air liur, dan bulunya Nabi tidak melarang dan tidak pula menjaga diri darinya. Adapun dengan anjing, beliau telah memerintahkan untuk mencuci setiap benda yang dijilatnya sebanyak tujuh kali, dan salah satunya disertai dengan debu atau tanah. (Wahid)