Perjalanan Terjal Rabi’ah Al-Adawiyah Menjemput Hidayah
Rabi’ah Al-Adawiyah meski namanya tidak seterkenal Khadijah, Fatimah, Aisyah. Namun, kisahnya telah mampu membuat kita berpikir banyak atas seberapa besar rasa cinta kita kepada yang pencipta Allah Ta’ala? Atau Seberapa sungguhkah kita kembali setelah melakukan begitu banyak dosa yang telah melalaikan kita? Siapakah Rabi’ah Adawiyah dan pelajaran apa yang dapat kita ambil dari kisahnya?
Rabi’ah binti Ismail Al-Adawiyah Al-Basriyah, lahir dan dibesarkan oleh kedua orangtuanya di kota Basrah pada tahun 713-717 Masehi, ia merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Namun, nasib buruk datang pada keluarga Rabi’ah saat kota Basrah mengalami paceklik dan kelaparan. Menginjak dewasa ayahnya meninggal dunia, lalu disusul oleh kepergian Ibunya. Kebutuhan yang terus mendesak dan harus membiayai kehidupannya, harus menjadikan Rabi’ah sebagai seorang pelayan dirumah Saudagar Kaya Raya.
Menyadari Hidayah yang Datang Padanya
Berkerja dengan saudagar kaya raya menjadikan Rabi’ah harus tinggal dirumah tuannya, ia tak hanya bekerja, namun Rabi’ah dipaksa dan dijadikan budak pelampiasan nafsu oleh tuannya selama bertahun-tahun. Hingga suatu saat, ia bertemu dengan seorang sufi yang mengatakan “Bahwa sesudah kehidupan ini akan ada lagi kehidupan yang kekal abadi, yang mana setiap hamba akan bertemu pada Tuhannya tanpa membawa apapun, kecuali perbuatannya”. Hal inilah yang membuat Rabi’ah tertegun dan merenungi perkataan tersebut. Ia menyadari bahwa selama ini ia telah jauh dari Sang Penciptanya. Hingga akhirnya, Rabi’ah tidak lagi patuh kepada tuannya yang membuatnya disiksa dan ditempatkan digudang kotor dan gelap gulita.
Menyesali Perbuatannya
Siksaan demi siksaan datang dari tuannya. Kondisi tersebut membuat Rabi’ah kembali kepada Tuhannya dengan melakukan shalat dan berdo’a tiada henti untuk membersihkan diri dari dosa maksiat yang telah ia lakukan. Rabi’ah tidak pernah menyerah dan terus menyesali perbuatannya.
Walaupun terus disiksa, hal tersebut tidak mengurangi keimanan yang telah tertanam dihati Rabi’ah. Rabi’ah terus melantunkan do’a sangat menggugah hati bagi setiap orang yang mendengarnya dirumah tersebut, termasuk para penjaga dan juga tuannya.
“Wahai Tuhanku. Bilamana aku menyembah-Mu karena takut neraka, maka jadikan neraka kediamanku. Bilamana aku menyembah-Mu karena gairah nikmat surga, maka tutuplah pintu surge selamanya untukku. Tetapi, bila diriku menyembah-Mu karena Engkau semata, maka jangan larang diriku untuk menatap keindahmu yang abadi.”
Menjadi Wanita Zuhud
Selepas dari siksaan yang amat berat, Rabi’ah akhirnya dilepaskan oleh tuannya. Hal ini membuat Rabi’ah mengabdikan dirinya kepada Allah Ta’ala dengan rasa cinta yang penuh kepada Allah Ta’ala semata. Rabi’ah menjadi wanita zuhud yang terkenal di kota Bashrah.
Kisah Rabi’ah Aldawiyah diatas dapat menyadarkan kita bahwa meskipun kita telah melakukan kesalahan, kemaksiatan, kedzaliman, dan dosa yang datang dari kerasnya hati bahwa Allah Ta’ala tidak akan pernah meninggalkan kita. Allah Ta’ala selalu ada menunggu setiap hamba-Nya agar kembali datang kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman dalam Qur’an Surah At-Taubah ayat 104,
“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambanya.”
Bahkan, tanpa kita sadari Allah Ta’ala sering menegur kita dari orang lain yang menyampaikan kebenaran dan kebaikan, dari buku yang kita baca, dari kisah orang lain, bahkan dari kejadian yang menyakiti setiap kehidupan kita. Hanya saja, kita terlalu abai bahkan tidak memperdulikannya. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن يَعْمَلْ سُوٓءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُۥ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ ٱللَّهَ يَجِدِ ٱللَّهَ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 110)
Wallahu a’lam bishowab.
(Eva Ps El Hidayah)