Perempuan dan Pendidikan
Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah Ta’ala mengangkat orang yang berilmu, baik kaum laki-laki maupun perempuan. Allah berfirman, “Hai, orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan, apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadilah: 11).
Khususnya perempuan, Islam menempatkan perempuan pada kedudukan yang sangat dimuliakan, sehingga perempuan menjadi salah satu makhluk yang istimewa. Maka Islam menekankan pentingnya pendidikan bagi perempuan, Islam tidak melarang perempuan untuk menuntut ilmu asalkan tidak meninggalkan tugas utama dan kedudukan mulianya yang telah diberikan Allah kepadanya.
Penekanan Islam terhadap pendidikan perempuan dapat dilihat dimasa Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, dimana perempuan mendapatkan kedudukan yang terhormat dan setara dengan laki-laki, karena sebelumnya kaum perempuan mendapatkan kedudukan yang sangat rendah dan hina pada masa jahiliyah.
Di dalam kehidupan sehari-hari, Nabi Muhammad memang sangat memperhatikan pendidikan kaum perempuan. Rasullulah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat revolusioner dalam memperjuangkan hak-hak perempuan tentang pendidikan, bila dibandingkan dengan kaum jahiliah dalam masa sebelumnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah menganjurkan agar isterinya diajarkan menulis, untuk itu beliau berkata kepada Asy-Syifa (seorang penulis di masa itu) tidak maukah anda mengajarkan mantera kepada Hafsah sebagaimana engkau telah mengajarkannya menulis.
Sehingga kemudian banyak bermunculan ahli ilmu agama dan pengetahuan dari kalangan perempuan, seperti Hafsah istri Rasul yang pandai menulis, Aisyah binti Sa’ad yang juga pandai menulis, serta istri Rasul Siti Aisyah yang pandai membaca Al-Qur’an dan beliau adalah seorang ahli fiqih yang telah diakui oleh ahli fiqh lainnya, dan beberapa perempuan yang ahli dalam bidang kritik syair.
Kemudian perempuan sebagai anggota masyarakat, maka tidak bisa dipisahkan perannya dalam mengubah struktur sosial, sehingga memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan serta kondisi sosialnya, terutama dalam menjalankan tanggung jawab amar ma’ruf nahi mungkar dan memberikan keteladan yang baik. Untuk memaksimalkan perannya perlu ilmu pengetahuan yang luas. Maka dengan menjadi perempuan yang berpendidikan merupakan salah satu langkah kaum perempuan untuk menyebarluaskan dakwah Islam, terutama untuk mendidik anak-anak yang kelak akan menjadi pejuang Islam. Wallahu a’lam bishowab.
(Shabirin)