Perempuan Berkarir, Ini Pandangan Islam
Perempuan bekerja atau berkarir merupakan fenomena yang tak bisa dihindari saat ini. Bahkan tidak sedikit para perempuan yang idealnya menjadi ‘tulang rusuk’, kini berubah perannya menjadi ‘tulang punggung’. Hal ini bisa jadi disebabkan beberapa faktor, yakni karena suami terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), suami meninggal terlebih dulu dan harus membesarkan buah hatinya, atau bisa juga karena suami sakit menahun dan tak kunjung sembuh, serta berbagai sebab lainnya.
Perkembangan teknologi dan perubahan sosial dunia modern pun telah mempengaruhi gaya hidup manusia, tidak terkecuali dengan perempuan. Hidup sukses, melimpah, hidup mandiri dan dihormati masyarakat merupakan impian perempuan masa kini. Perempuan berkarir menurut dictionary Cambridge diartikan seorang perempuan yang menjadikan pekerjaan atau karirnya sebagai prioritas utama dibandingkan hal-hal lainnya.
Pendapat Ulama
Para ulama terbagi menjadi dua pendapatnya mengenai hal ini, yakni pendapat yang tidak membolehkan dan pendapat yang membolehkan perempuan berkarir.
Pendapat ulama yang tidak membolehkan berdasarkan firman Allah SWT:
وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan yang makruf.” (QS. al-Baqarah [2]: 233).
Sedangkan pendapat ulama yang membolehkan yakni firman Allah SWT:
وَلَمَّا وَرَدَ مَآءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ ٱلنَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ ٱمْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِى حَتَّىٰ يُصْدِرَ ٱلرِّعَآءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
Artinya: “Dan tatkala ia (Musa) sampai di sumber air negeri Mad-yan ia (Musa) menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: ‘Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?’ Kedua perempuan itu menjawab: ‘Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orangtua yang telah lanjut umurnya.’” (QS. al-Qasas [28]: 23).
Ayat ini menunjukkan bolehnya seorang perempuan bekerja di luar rumah, jika hal itu diperlukan, seperti jika orangtuanya sudah udzur atau sakit, sebagaimana dalam kisah dua perempuan anak Nabi Syuaib dalam ayat tersebut.
Beberapa pertimbangan hukum syariah menyimpulkan, pendapat paling kuat adalah pendapat ulama yang membolehkan perempuan berkarir di luar rumah.
Perempuan Berkarir di Daarut Tauhiid
Menurut Agus Suhendar al-Mubarak selaku Kepala Dakwah Internal Daarut Tauhiid (DT), perempuan dibolehkan berkarir dengan beberapa catatan. Pertama, mendapat izin suami bagi yang sudah berkeluarga. Kedua, menjaga adab dalam berinteraksi khususnya dengan lawan jenis.
Islam memandang laki-laki dan perempuan berkedudukan sama dalam tiga hal, yakni:
- Sebagai abdullah atau hamba Allah SWT yang harus beribadah kepada-Nya.
- Sebagai khalifah dalam konteks memberikan kontribusi atau manfaat bagi manusia lainnya.
- Sebagai dai yang bukan hanya berbicara tapi juga mengajak pada kebaikan dengan akhlak yang baik.
Jadi, selama seorang perempuan bisa mengamalkan ketiga hal tersebut, tidak masalah untuk berkarir. (Ana)
ket: ilustrasi foto diambil saat sebelum pandemi