Perbedaan Infaq Terikat dengan Wakaf

DAARUTTAUHIID.ORGInfak terikat adalah infak yang dikhususkan untuk aktivitas tertentu atau untuk tempat tertentu. Misalkan seperti halnya infaq untuk membantu Palestina, itu terikat, maka yang menerima infaq itu atau yang dititipinya harus menyalurkan sesuai dengan niat dari orang yang berinfaq.

Contohnya, saya mau infaq buat Palestina maka tidak boleh digunakan untuk infaq masjid atau infaq yang lain di luar dari kepentingan Palestina larena sudah terikat dengan akad si orang yang berinfaq.

Atau misalkan saya infaq untuk membiayai anak-anak yang ingin sekolah atau pendidikan, maka hal itu telah terikat untuk pendidikan dan tidak boleh digunakan untuk ekonomi atau kesehatan dan yang lainnya.

Sementara wakaf itu lebih spesifik, dari perspektif barang atau produknya, harta benda wakaf harus dijaga, dipelihara, diabadikan, dan dikelola untuk menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara berkelanjutan.

Manfaat keuntungan dari pengelolaan harta wakaf tidak ekslusif untuk umat Islam. Wakaf tidak memandang agama. Dampak kesejahteraan sosial dari wakaf bisa dinikmati seluas-luasnya oleh semua kalangan.

Intinya wakaf tersebut tidak boleh dialokasikan, tidak boleh berkurang dan tidak boleh berpindah kepemilikannya. Adapun ayat mengenai wakaf tercantum dalam Al Quran:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)

Wakaf dalam bahasa arab berarti habs (menahan) artinya menahan harta yang memberikan manfaatnya di jalan Allah. Dari pengertian itu kemudian dibuatlah rumusan pengertian wakaf menurut istilah.

Secara istilah ialah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya, guna kepentingan ibadat atau kerpeluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan Madzab Syafii.

Firman Allah dalam Al Quran:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92).

Dalam hadits disebutkan:

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga, yaitu: Sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo’akan kepadanya.” (HR. Muslim, Shahih Muslim, II: 14).

Seseorang yang berwakaf disebut dengan wakif, yakni orang yang mewakafkan harta benda miliknya. Syarat utama untuk menjadi wakif yaitu sudah akil baligh, berakal sehat, sukarela dan merdeka.

Barang atau benda yang diwakafkan tidak dapat diperjualbelikan. Umumnya diterapkan dalam bentuk madrasah, mushola atau makam.

Namun sekarang sudah lebih dioptimalkan yaitu melalui wakaf rumah sakit, kebun, sumur, ladang atau tempat pengembangan diri.

Pada umumnya, zaman Rasulullah wakaf itu berupa tanah, tapi kemudian juga berkembang tidak hanya tanah. Bisa berupa bangunan, bisa berupa Pesantren, lahan pertanian, perkebunan, kolam dan seterusnya.

Bahkan sekarang berkembang dengan kondisi temporer dengan istilah wakaf Uang, para ulama membolehkan hal ini tentunya tanpa menghilangkan esensi dari wakaf itu.

Ketika sudah diwakafkan berarti sudah menjadi kepemilikan Allah, yang artinya tidak dijual belikan, tidak diwariskan, tidak dihadiahkan, tapi itu dikelola oleh Nazir untuk diambil kemanfaatannya bagi umat. Wallahu a’lam bishowab.

Redaktur: Wahid Ikhwan

___________________________

DAARUTTAUHIID.ORG