Penyakit Rendah Diri
Sungguh kasihan orang-orang yang terjebak dalam cara berpikir salah, sehingga membuahkan suatu penyakit yang sangat merugikan dirinya. Di samping itu, juga dapat membuat dunianya menjadi terasa sempit dan menyesakkan. Ia pun tidak pernah merasakan nikmat dan lezatnya memiliki hati yang tenang, tenteram, sejuk, dan nyaman.
Lantas penyakit apakah itu? Itu adalah penyakit rendah diri. Yakni sikap merasa diri hina dan tidak berharga di hadapan orang lain. Sesungguhnya perasaan ini baik sekali sekiranya dikhususkan hanya di hadapan Allah Ta’ala. Sayangnya justru terjadi sebaliknya, merasa rendah diri di hadapan sesama manusia adalah musibah. Sesama manusia yang bisa jadi sama hinanya atau bahkan lebih hina lagi di hadapan Allah yang Mahasuci dan Mahamulia.
Ciri-ciri penyakit ini bisa tampak berupa kerepotan yang amat sangat ketika bertemu atau berkumpul dengan orang-orang yang dianggap lebih. Hati menjadi malu, gelisah, tidak tenang, merasa kecil, dan tidak berharga. Mulut pun membungkam seribu bahasa.
Akibatnya dari penyakit ini yang cukup fatal adalah menjadi sangat senang menyendiri, sehingga semakin lama ia pun kian terkucil dari pergaulan. Wawasannya menjadi sempit dan cenderung dikuasai oleh cara berpikirnya sendiri, yang terus-menerus memperumit dan memperbesar masalah sehingga merasa diri semakin terpojok, sengsara, dan nelangsa batin.
Belum lagi iri dan dengkinya yang tidak bisa tidak akan semakin mencengkeram dan memilin-milin batin. Ujung-ujungnya pastilah timbul perasaan gelisah, semakin galau, merasa tertekan batin yang sangat dahsyat. Merasa menyesal yang tak tentu dan memaki diri sendiri. Bahkan kalau sudah tidak terkendali, akan berakhir pada keputusan untuk memisahkan nyawa dari raga. Na’udzubillah.
Sungguh perbuatan seperti ini amatlah hina dan tiada berguna. Sama sekali tidak boleh disediakan tempatnya dalam pribadi seorang muslim. Karenanya marilah kita telusuri apa saja kira-kira penyebab semua ini terjadi, dan bagaimana cara mengatasinya. Padahal di sisi Allah yang menjadi ukuran bukanlah kerupawanan, jabatan, dan ihwal materi lainnya.
Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ﴿الحجرات : ۱۳
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. al-Hujurat [49]: 13).
Tubuh terlalu pendek, terlalu kurus, terlalu jangkung, tidak cantik atau tidak tampan, terdapat cacat, pendek kata, kekurangan fisik, semua itu sering kali menjadi penyebab keminderan seseorang. Padahal, justru orang-orang yang tidak diberi kelebihan fisik oleh Allah itulah yang seharusnya merasa beruntung. Bukankah justru faktor kelebihan diri yang seringkali membuat tergelincirnya seorang hamba pada jurang kemaksiatan.
Ketahuilah bahwa segala keindahan, kecantikan, kegagahan, dan aneka kelebihan lainnya yang melekat pada tubuh, itu semua merupakan amanah dari Sang Pencipta. Hanya titipan dari-Nya yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak. Lihatlah betapa banyak manusia menjadi ahli maksiat, calon ahli neraka, justru karena kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Ini dikarenakan seakan sudah menjadi kodrati bahwa manusia cenderung berkeinginan memamerkan apa-apa yang dianggap lebih pada dirinya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita petunjuk untuk mampu menyadari hakikat. Tidak hanya terpaku pada segala sesuatu yang terlihat. (KH. Abdullah Gymnastiar)