Pantang Mengeluh, Sikap Manusia Beriman
Hidup manusia adalah pergantian antara suka dan duka. Keduanya silih berganti sebagai cobaan. Kualitas seorang hamba terlihat dari responnya terhadap nikmat dan musibah yang hadir dalam hidupnya. Apakah ia bersyukur saat nikmat itu menetap? Apakah rasa sabar masih terus terpupuk ketika musibah hadir?
Keluh Kesah
Begitu beruntungnya seorang muslim, seorang manusia yang beriman. Ini karena keimanan dalam hatinya akan membuat dia tenang. Segala sesuatu yang hadir dalam hidup seorang beriman, seorang ahlul yaqin, semuanya sama berasal dari kehendak Allah SWT. Mereka percaya Allah mustahil bersikap zalim terhadap hamba-hambanya, sehingga senantiasa hanya rasa baik sangka yang hadir dalam kesehariannya terhadap kehendak Allah.
Mereka bukanlah orang yang suka mengeluh. Karena keluhan hanya menambah beban atas musibah. Begitu indah hidup seorang ahlul yaqin. Senada seperti salah satu pantangan yang selalu diajarkan di lingkungan Daarut Tauhiid (DT), yakni pantang untuk mengeluh. Kendati mengeluh sudah menjadi sifat dasar manusia, tetapi meminimalkan sifat itu akan menaikkan derajat seorang hamba. Seperti kisah Nabi Yakub as dalam firman-Nya:
قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ﴿يوسف : ۸۶
“Dia (Yakub) menjawab, ‘Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.’” (QS. Yusuf [12]: 86).
Menurut Tafsir Kementerian Agama RI menjelaskan bahwa pada ayat ini, Allah SWT menceritakan jawaban Nabi Yakub kepada anak-anaknya. Ia berkata, ”Wahai anak-anakku janganlah kalian mencela dan mencercaku. Aku tidak pernah mengadu kepadamu sekalian, begitu juga kepada manusia yang lain tentang kesedihan dan kesusahanku. Aku mengadu dan menyampaikan keluhan atas musibah yang menimpaku hanya kepada Allah SWT. Kepada-Nya aku meminta perlindungan dan memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesedihan itu. Biarkanlah aku bermunajat dengan Tuhanku. Aku mengetahui dari wahyu yang diberikan Allah kepadaku bahwa Yusuf itu masih hidup dan tetap memperoleh rezeki. Ia adalah manusia pilihan Allah. Dia akan menyempurnakan nikmat-Nya kepada Yusuf dan keluarga Yakub. Semua itu tidak kalian ketahui, bahkan mengira bahwa Yusuf itu telah mati.”
Allah Tempat Segala Harap
Kisah Nabi Yakub seakan memberikan gambaran bagaimana ciri-ciri manusia yang dekat dengan Allah. Yakni mereka bukanlah manusia yang sering mengeluh saat ditimpa cobaan, bahkan seberat apa pun cobaan itu. Kalau pun mereka harus mengeluh, hanya Allah tempat mereka menceritakan seluruh keluh kesahnya. Hanya Allah yang bisa mendengarkan segala ketidakmampuan diri tanpa ikut mencela.
Orang-orang saleh mendapati Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung, sehingga mereka hanya akan berharap kepada-Nya, dan itu sudah memuaskan jiwa mereka. Sebab tak ada yang mampu membalas harap tanpa berbalas kecewa kecuali Allah SWT. Keyakinan itu telah membuat mereka puas menyerahkan segala sesuatunya hanya kepada Allah. (Gian)