Orang Kesembilan yang Dijamin Masuk Surga
Nama lengkapnya adalah Sa’id bin Zaid bin ‘Amru bin Nufail bin Abdulluzza bin Al’Adwa. Ibunya Fathimah binti Ba’jah bin Malik Alkhuzaiyyah. Fatimah termasuk orang yang terlebih dahulu masuk Islam, dan anaknya, Said, termasuk gelombang pertama yang masuk Islam sebelum Rasulullah saw memasuki Daarul Arqom. Said memeluk agama Islam sebelum Umar bin Khattab. Isterinya adalah adik Umar sendiri, yaitu Fatimah binti Khattab.
Zaid bin Amru bin Nufail, ayah Said termasuk orang yang meninggalkan penyembahan berhala sebelum Muhammad diutus menjadi Nabi dan Rasul. Zaid bin Amru mengumumkan keyakinannya itu secara terbuka di hadapan kaum Quraisy. Ia berkata, “Wahai kaum Quraisy, apakah ada di antara kalian selain aku yang menganut agama Ibrahim?” Zaid kemudian berkata kepada sahabatnya, Amir, “Aku sedang menanti seorang nabi dari keturunan Ismail yang akan diutus. Aku kira tidak akan sempat melihatnya tapi aku beriman kepadanya dan meyakini kebenarannya. Aku bersaksi bahwa dia adalah nabi. Jika kamu panjang umur dan sempat bertemu dengan dia sampaikan salamku padanya.”
Ayah Said wafat ketika kaum Quraisy memperbaharui bangunan Ka’bah sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW. Said berasal dari keluarga yang hanif, pengikut ajaran Ibrahim as. Ayahnya telah meninggalkan tradisi Quraisy, seperti menyembah berhala, minuman keras, dan permainan hiburan yang merusak. Dia menentang sekali penguburan hidup-hidup bayi perempuan. Kepada yang akan menguburkan bayi perempuan anaknya ia berkata, “Jangan kamu membunuhnya, aku yang akan memeliharanya.”
Ibarat peribahasa, ‘air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga’, maka Said dan ayahnya merupakan salah satu contoh dari peribahasa itu. Tidak heran, bila langkah-langkah yang ditempuh Said sejalan dengan ayahnya yang telah mengenal Tuhannya dan jiwanya sarat dengan keimanan.
Said termasuk sahabat yang ikut hijrah ke Madinah. Hampir setiap pertempuran diikutinya, kecuali perang Badar. Sewaktu perang Badar, bersama Thalhah bin Ubaidillah, ia mendapat tugas sebagai pengintai kafilah dan kekuatan lawan yang sedang dalam perjalanan dari negeri Syam. Tugas ini adalah bagian rencana Rasulullah sebelum mengatur strategi dalam perang Badar.
Said adalah seorang pemberani, juga dermawan, kuat menahan diri dari penyimpangan hawa nafsu, dan termasuk orang yang dikabulkan doanya. Banyak dari kalangan dhuafa dan miskin berkumpul di rumahnya untuk mencari ketentraman dan keamanan. Said selalu mendampingi Rasulullah SAW, pada waktu damai ia selalu berada di belakang Rasulullah, dan berada di depannya ketika berperang.
Kehidupan Militer
Dia termasuk golongan sahabat yang disebut “prajurit tak dikenal.” Setiap kali dicalonkan untuk menjabat tugas pemerintahan, ia selalu menolak dan menyarankan agar menunjuk orang lain saja. Karena ia sangat ingin melanjutkan karir kemiliterannya, dan ingin mati syahid di jalan Allah. Tawaran untuk diangkat sebagai gubernur Damaskus ditolaknya melalui suratnya kepada panglima pasukan Abu Ubaidah ibnul Jarrah.
Inilah bunyi suratnya: “Salam kepada anda. Aku bertahmid kepada Allah, tiada Tuhan melainkan Dia. Amma ba’du. Aku mengutamakan Anda dan kawan-kawan anda terhadap jihad yang aku tetapkan bagi diriku dan bagi segala sesuatu yang mendekatkan aku kepada keridhaan Rabb-ku. Apabila surat ini sampai ke tangan anda maka tunjuklah tugas yang anda tentukan itu kepada orang lain yang lebih menyukai jabatan tersebut daripada aku. Insya Allah, dalam waktu dekat ini aku yang akan datang menemui anda. Salam untuk anda”.
Suatu Pelajaran Agung
Ketika usianya mencapai tujuh puluh tahun lebih, ia memilih masjid untuk mendekatkan dirinya dengan Allah SWT. Disitu ia menunaikan shalat fardlu dengan khusyu’, berkhalwat sambil mengenang masa lalu. Said bin Zaid sangat dihormati dan disayangi penduduk kota Madinah. Ia benci kepada orang dzalim. Baik yang suka mendzalimi dirinya sendiri, ataupun yang mendzalimi orang lain.
Pada suatu ketika, seorang perempuan bernama Arwa binti Aus menuduh Said mendzaliminya dengan merampas tanahnya. Ia melaporkan Said kepada penguasa kota Madinah yaitu Marwan ibnul Hakim. Said membela diri dengan mengatakan, “Apakah patut aku mendzaliminya sedang aku pernah mendengar Rasulullah sawbersabda, “Barangsiapa menzalimi orang sejengkal tanah, maka Allah akan melihatnya pada hari kiamat dengan tujuh lingkaran bumi.”
Lalu Said menengadahkan wajahnya ke langit dan berdoa, “Ya Allah, apabila dia berbohong jangan engkau mematikannya kecuali sesudah dia buta, dan jadikanlah sumurnya sebagai kuburannya.” Ternyata Allah Yang Maha Bijaksana mengabulkan doa Said. Wanita yang memang dikenal suka mendzalimi orang itu menjadi buta dan ia mati di dalam sumurnya. Wallahu a’lam. (Ahmad Kosasih)