Nabi Ishak: Kejutan di Penghujung Hidup, Pelukis Senyum Tiada Akhir
“Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.” (QS. ash-Shaffaat [37]: 112-113)
Malam hari di saat orang-orang beristirahat, Nabi Ibrahim dikejutkan dengan kedatangan tiga tamu. Mereka diutus Allah untuk menyampaikan kabar azab yang akan diterima kaum Sodom, sekaligus kabar gembira tentang kehamilan Siti Sarah.
Nabi Ibrahim dan Siti Sarah benar-benar kaget. Kekagetan yang dirasakan luar biasa karena berita yang baru saja diterimanya adalah kejutan besar. Bagaimana tidak? Di satu sisi, mereka sangat merindukan kehadiran buah hati dari rahim Siti Sarah. Namun di sisi lain, kondisi Siti Sarah berusia lanjut sehingga memunculkan banyak spekulasi dan risiko atas kehamilannya. Di samping itu, belum pernah ada (sepanjang sejarah manusia sebelumnya) seorang perempuan lanjut usia yang hamil. Terasa akan menjadi pemandangan menggelikan, manakala menyaksikan perempuan lanjut usia yang sedang kepayahan mengurusi dinamika kehamilannya. Subhanallah.
Kuasa dan kehendak Allah mutlak adanya. Tidak ada yang bisa mengubah apalagi menghentikannya. Nabi Ibrahim dan Siti Sarah menerima takdir ini penuh qanaah. Ya, takdir unik yang mengguratkan senyum di wajah mereka. Namun tentunya, perasaan penuh haru dan syahdu tetap mereka tunjukkan sebagai wujud syukur atas segala pemberian-Nya. Kini, setiap pulang dari penunaian tugas nubuwahnya, Nabi Ibrahim disuguhkan hiburan tambahan. Istri senantiasa melaporkan dan menunjukkan gerak-gerik janin di rahimnya, pertanda ada kehidupan normal di sana. Wajah sang Nabi senantiasa dihiasi senyum simpul, seiring penglihatannya memantau aksi calon bayi.
Sampai batas waktu yang Allah tentukan, Siti Sarah pun siap melahirkan. Doa penuh berkah mengiringi persalinannya. Penuh harap kepada Allah, Nabi Ibrahim bermunajat penuh khidmat agar bayi yang lahir kelak mampu menjadi generasi yang diandalkan. Jika ia telah menempatkan Ismail di tanah Arab, maka bayi ini diharapkan menjadi pelanjut risalah di tanah kelahirannya sendiri kelak, yaitu Palestina.
Tak lama, bayi yang dinanti berjenis kelamin laki-laki pun lahir. Nabi Ibrahim bersuka ria menyambut kehadirannya dengan do’a tahniyah. Sang malaikat yang dulu menyampaikan berita kehamilan ikut hadir merayakan serta menyampaikan berita kepadanya, kelak bayi ini menjadi pribadi yang saleh dan alim. Nabi Ibrahim tak kepalang bahagia mendengarnya. Maka ia namai bayi ini dengan sebutan Ishak, yang dalam bahasa Ibrani berarti tersenyum atau tertawa.
Ishak muda pun tumbuh dan berkembang. Didikan seorang Nabi khalilullah, tidak hanya mampu mengisi jiwanya dengan petunjuk, namun mengisi wawasannya sampai padat dan berisi. Maka, tampillah pribadi Ishak yang tidak hanya saleh, tapi juga cerdas.
Kecerdasan Ishak mampu dirasakan lawan bicara atau yang sekadar mendengar penjelasannya. Allah menganugerahi kemampuan komunikasi tidak hanya meyakinkan, juga menjangkau hati lawan bicara dan pendengarnya. Sehingga mereka mau menerima bahkan antusias mengikuti. Tiada pertemuan yang tidak diakhiri dengan senyuman puas. Oleh karenanya, tidak heran jika dalam cerita kenubuwahannya tidak ditemukan konflik berarti, karena penduduk dan umatnya di sana sangat merasa segan dan hormat kepadanya.
Demikianlah kisah Nabi Ishak yang diawali senyuman, yang terus menghiasi perjalanan hidupnya. Setelah 107 tahun cerita penuh senyum itu hadir, Allah berkehendak mewafatkan di tanah kelahiran yang diamanahkan kepadanya, negeri Palestina. Wallahu a’lam.