Menjadi Sosok Teladan Bagi Orang Banyak

[DAARUTTAUHIID.ORG]- Keteladan yang baik adalah identitas yang bersumber dari sebuah teks yang benar. Berapa banyak orang yang begitu buta huruf terhadap ilmu pengetahuan, sehingga ia tidak dapat mengambil dan mencerna sumber nilai yang ditelah diturunkan Allah Ta’ala dan diwariskan oleh Nabi. Pada akhirnya orang-orang mengambil dan mempelajari nilai kehidupan dari orang-orang yang ia kagumi, ditempat dimana ia tumbuh.

Identitas itu kian dicari sebagai panutan, karena kekosongan sosok yang bisa dicontoh ditengah kemerosotan. Manusia-manusia teladan yang sangat sedikit sekali kita temukan dalam kehidupan, tapi dirindukan oleh orang-orang. Tindakannya selalu dijadikan ukuran dan petuah atau nasihatnya selalu jadikan pelajaran.  Coba bayangkan bila suatu masyarakat atau intitas tertentu, kekosongan teladan dalam mengajarkan nilai kehidupan, maka yang kuat, tak bermoral, dan mayoritas yang akan tampil untuk diidolakan.

Kegigihan orangtua, guru, dan keseriusan dari institusi pendidikan harus datang dengan menyiapkan generasi-generasi yang teladan, sebagai bentuk untuk wajah masyarakat dan bangsa hari ini. Sebagian manusia tidak membutuhkan sebuah teori atau retorika untuk perubahan, akan tetapi jauh lebih melihat apa yang ada di depan matanya.

Pada proses diutusnya Rosullulah Shallahu ‘alaihi wassalam dapat disimpulkan, kenapa misi untuk mendakwahi penduduk mekah ditengah tradisi moral yang sangat buruk dengan mengirim sang Nabi dengan pesona keteladan dimasa kecilnya? Meskipun dalam takdirnya telah ditetapkan sebagai Nabi, namun sebelum diangkat sebagai Nabi di umur 40 tahun, ia tumbuh dalam pendidikan terjaga dari hal-hal yang batil, ucapan dan tindakan terpelihara, bahkan sebelum diangkat sebagai Nabi pun dibersihkan dulu jiwanya.

Keteladan yang Nabi Muhammad miliki telah banyak membuat penduduk mekah menganguminya, maka tidak heran jika banyak yang meneladani dan mengikutinya. Keteladan yang ia cerminkan seperti sikap jujur, amanah, pengasih, santun, dan berkepribadian yang baik lainnya. Sampai-sampai ia diberi gelar al-Amin. Gelar tersebut diberikan ditengah perselisihan kaum Quraisy, mengenai siapakah yang berhak mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula.  Akhirnya sampailah pada satu kesepakatan saat seorang tetua di sana yakni Abu Umayyah bin Mughirah memberikan solusi. Beliau berkata bahwa orang pertama yang melangkahkan kaki ke pintu as-Shofa maka dialah yang akan menentukan peletakan Hajar Aswad nantinya. sedangkan orang pertama yang melewati pintu tersebut adalah Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wassalam. {Shabirin}