Menjadi Pribadi Unggul

Saudaraku, al-Quran mengakui secara tegas bahwa Nabi Muhammad saw memiliki akhlak yang sangat agung. Bahkan dapat dikatakan pertimbangan beliau sebagai Nabi adalah keluhuran budi pekertinya. Sudah diakui sebelum diangkat menjadi Nabi, keluarga, kerabat dan sahabat dekatnya turut merasakan akhlaknya yang agung.

Sebagaimana firman-Nya:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung.” (QS. al-Qalam [68]: 4).

Namun berbeda dengan kita sebagai umatnya, .kita terlalu sibuk menuntut agar orang lain berubah tanpa diiringi dengan kesibukan diri untuk berubah. Ciri orang yang gigih ingin memperbaiki orang lain dan lingkungannnya adalah ia gigih memperbaiki diri sendiri.

Tidak bisa dipungkiri perubahan dalam hal apa pun tidak efektif jika tak dimulai dari hal-hal terkecil. Tekad perbaikan diri harus dilakukan dari diri sendiri. Harus menjadi darah daging pada diri kita. Mulai dari hal yang terkecil dan perbaikilah dengan segera.

Ada lima teknik agar kita menjadi pribadi Unggul. Pribadi yang berterima kasih kepada Allah atas limpahan nikmat-Nya walau cobaan datang dan rintangan menghadang.

Pertama, memiliki waktu untuk jujur serta menafakuri diri.

Evaluasi diri serta mempunyai waktu khusus menyendiri tentang siapa kita. Jika perlu ditulis tentang keburukan diri serta bertanya kepada diri ini. Kalau Allah Ta’ala membuka hati, serta jujur melihat diri kita terdapat dosa adalah nikmat besar. Karena banyak dari kita hanya senang melihat casing dan topeng yang dilihat oleh banyak orang.

Hal yang perlu kita ketahui adalah jujur melihat diri sendiri. Betapa penghinaan orang kepada kita begitu kecil dan remeh dibanding dengan kehinaan kita yang aslinya. Dengan cara seperti itu menolong kita untuk lebih tawadhu.

Kedua, berkomitmen punya ‘cermin’.

Saudara, mengapa kita harus memiliki komitmen tersebut? Karena ‘cermin’ itu bisa menampakkan kita apa adanya. ‘Cermin’ merupakan orang yang terdekat dengan kita, serta sering berinteraksi dengan kita.

Kita pun harus peka terhadap kekurangan dan kesalahan. Jika dikoreksi, jangan sibuk membela diri. Alasan hanya memperjelas kesalahan.

Ketiga, datangi yang ahli.

Ada di antara kita mendatangi yang ahli jika memilki masalah, sehingga kita menjadi paham apa yang salah pada diri kita. Seringnya bergaul dengan orang yang ahli tahajud misalnya, kita akan terbawa karena kekurangan atau kesalahan akan terdeteksi dan terkoreksi.

Keempat, manfaatkan orang-orang yang tidak suka dengan kita.

Orang-orang ini punya energj yang kalau kita manfaatkan akan bagus, karena mereka dengan senang hati mencari kesalahan diri kita. Lihatlah dengan pikiran dingin, ini adalah rezeki karena yang dicari adalah kita menjadi lebih baik.

Kelima, tafakuri kejadian yang ada di sekitar kita.

Setiap orang, setiap masukan, media apa pun itu adalah pendidikan dari Allah SWT. Kata kuncinya jadikan bahan evakuasi diri. Setiap orang itu jadi guru bagi kita, baik itu dalam kebaikan maupun yang kurang baik.

Mari kita setiap waktu mengevaluasi diri dan ada perubahan. Inilah yang menjadi rejeki bagi kita. Kita punya waktu yang sama, 24 jam setiap harinya. Apa yang membuat kita berbeda? Kuncinya seberapa kuat kita memperbaiki diri dan memberikan yang terbaik.

(Kajian MQ Pagi, Selasa 13 Oktober 2020)