Menikmati Pesona Masjid Raya Bandung
Adanya alun-alun di pusat kota adalah pakem dalam penataan setiap kota di Pulau Jawa. Alun-alun ini difungsikan sebagai ruang terbuka untuk umum. Nah, tidak jauh dari alun-alun, pasti dibangun sebuah masjid besar sebagai pusat spiritual. Kesatuan pembangunan masjid dan alun-alun pun jadi ciri khas yang bisa dilihat dari setiap kota di Pulau Jawa. Begitu pun Masjid Raya Bandung, memiliki pola seperti itu.
Terletak di pusat Kota Bandung, masjid ini memiliki alun-alun yang tepat berada di depan masjid. Tidak terpisahkan oleh apa pun sehingga terlihat sebagai halaman masjid. Alun-alun dilapisi rumput sintetis yang luas dan terawat dengan baik. Para pengunjung tidak boleh memasukinya tanpa terlebih dahulu melepas alas kaki (sepatu/sandal). Peraturan ini membuat alun-alun di Masjid Kota Bandung terjaga kebersihannya.
Keberadaan alun-alun dengan rumput sintetisnya ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Tidak sedikit yang menjadikan alun-alun sebagai tempat melepas penat dan bercengkrama bersama keluarga. Apalagi untuk memasukinya tidak dipungut biaya sepeser pun, membuat keberadaan alun-alun bisa diakses siapa saja.
Dibangun Awal Abad 19
Adapun Masjid Raya Bandung termasuk masjid yang dibangun pada masa kolonial Belanda, yakni pada tahun 1812. Pembangunan masjid lengkap dengan alun-alun di depannya merupakan bagian dari upaya pemerintah kolonial Belanda untuk memindahkan pusat Kota Bandung (titik nol).
Sebelumnya pusat Kota Bandung berada di Krapyak. Namun karena dianggap tidak lagi kondusif, pusat kota kemudian digeser sekitar sepuluh kilometer ke selatan. Tempat ini kemudian dibangun masjid lengkap dengan alun-alunnya.
Arsitektur masjid pada awal dibangun tergolong sederhana. Hanya berupa bangunan panggung tradisional dengan bertiangkan kayu, beratap rumbia, dan dinding masjid dari anyaman bambu. Dibangun juga sebuah kolam besar yang difungsikan sebagai tempat berwudhu.
Seiring waktu, bangunan masjid pun mengalami beberapa kali perombakan. Hal ini membuat masjid memiliki perpaduan arsitektur modern dan klasik yang khas. Adapun perombakan paling anyar dilakukan pada tahun 2001, termasuk penataan ulang alun-alun menjadi seperti sekarang. Yakni masjid dan alun-alun dijadikan sebagai satu kesatuan, tanpa mengurangi arti dan fungsi dari kedua kawasan atau bangunan tersebut.
Menara Kembar
Menikmati panorama Bandung dari ketinggian. Inilah sensasi yang pasti dirasakan setiap orang ketika menaiki menara Masjid Raya Bandung. Meski ruangan di puncak menara tidak luas dan hanya berupa satu lingkaran, namun tak mengurangi keasikan menyaksikan pemandangan kota secara landscape. Dijejali oleh bangunan pemukiman, perkantoran, pusat bisnis dan keramaian, wajah Kota Bandung terhampar sejauh mata melihat. Pemandangan yang sungguh sayang jika tidak diabadikan.
Ada dua menara yang berada di kanan dan kiri bangunan utama masjid. Bentuk dua menara ini sama persis sehingga dikenal dengan nama menara kembar. Awalnya menara kembar dirancang setinggi 99 meter, melambangkan Asmaul Husna (99 nama-nama Allah). Tetapi, karena pertimbangan keamananan, tinggi menara yang kemudian dibangun hanya setinggi 81 meter.
Untuk bisa ke puncak menara, telah disediakan lift berkapasitas 10 orang. Dibuka untuk umum dari pukul sepuluh siang hingga empat sore. Siapa saja boleh mengaksesnya, termasuk anak-anak karena ruangan di puncak menara berupa kaca bening berjendala dengan terali, sehingga terjaga keamanannya.
Begitu banyaknya pesona yang dimiliki, membuat masjid ini termasuk salah satu icon dari Kota Bandung. Tidak lengkap jika berada di Bandung tanpa menyempatkan diri mengunjungi Masjid Raya Bandung. (daaruttauhiid)