Mengubah Jati Diri Buih
Nyaris tidak ada perbedaan, antara seorang muslim dengan ummat lain yang mengingkari kebenaran Islam. Tidak sekedar dalam cara berpakaian, bahasa yang digunakan, ataupun penampilan fisiknya lainnya. Bahkan, dalam hal yang seharusnya menjadi ciri dan jatidiri, sulit untuk membedakan seorang muslim dengan yang lainnya. Dalam sikap dan perilakunya, dalam akidah dan kepercayaannya, bahkan dalam semangat hidup dan daya juangnya, tidak ada yang membedakan antara seorang muslim dengan ummat lainnya. Lebih parahnya, bahkan posisi kaum muslimin adalah pengekor dari bangsa lain, bahkan dalam sikap dan gaya hidupnya.
Keadaan ummat Islam seperti ini, bagaikan kondisi yang pernah disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam hadits panjang yang disampaikan oleh Hudzaifah ra. Beliau menggambarkan kondisi ummat “masa datang” yang mengenaskan: berjumlah besar, namun bagaikan buih. Mereka menjadi santapan dan bulan-bulanan ummat lainnya, padahal jumlahnya jauh lebih besar. Ummat yang mengenaskan yang digambarkan Rasul akan dating itu, terasa pas dengan apa yang terjadi saat ini.
Dr. Mahathir Muhammad, mempertegas gambaran yang menyedihkan itu, dalam pidatonya. Jumlah ummat Islam yang 1,3 milyar orang dimuka bumi saat ini, nyaris tak mampu berbuat apa-apa. Pada saat yang sama, 6 juta Yahudi menguasai dunia. Kekuasaan yang membelit dunia Islam, dari sisi ekonomi, politik dan budaya. Sebagian negeri-negeri muslim hidupnya dari disuapi lembaga keuangan Yahudi dan asing, sebagian lainnya lumpuh secara politis, sebagian besar generasi mudanya hanyut oleh budaya Hollywood dan gaya hidup hedonis (berorientasi pada kepuasan ragawi).
Tak ayal, tanpa jatidiri, ummat Islam menjadi santapan dan bulan-bulanan ummat lainnya. Satu per satu kaum muslimin dilumpuhkan tanpa mampu memberikan perlawanan. Palestina dicengkram zioniz Yahudi, Afghanistan diporakporandakan AS, demikian pula halnya Irak. Dan kaum muslimin menyaksikan semua itu tanpa daya.
Bagaikan buih, begitulah Rasulullah SAW menyebut ummat Islam pada “masa dating”. Besar, namun tidak memiliki bobot dan arus. Bobot dan arus itu hilang, karena ummat telah kehilangan jatidirinya. Maka, saatnyalah kita harus memberi bobot dan membuat arus, dengan mengembalikan jatidiri seorang muslim, jatidiri ummat Islam sebagai khairu ummah, sebaik-baik ummat! (daaruttauhiid)