Mengimani Qada dan Qadar  

Sebuah pelajaran menyangkut realitas tidak sesuai dengan keinginan. Apa yang kita inginkan tidak selalu teralami dan apa yang tidak kita inginkan malah teralami. Itulah perjalanan hidup di dunia.

Islam menyodorkan konsep tentang iman qada dan qadar sebagai bagian dari keyakinan kita akan ke-Mahakuasa-an Allah SWT. Selain kita juga yakin ke-Mahaadil-an Allah. Sejarah pemikiran Islam mencatat terjadinya sebuah polemik panjang antara kelompok yang menekankan pada kekuasaan Allah, yang dalam bentuk ekstrimnya melahirkan fatalisme qadari, dan ada juga yang mengembangkan konsep keaslian Allah yang melahirkan rasionalisme atau qadariyah. Dalam ajaran Islam kita harus iman dan percaya pada kedua-duanya.

Allah Mahakuasa untuk berbuat apa saja yang dikendakinya, tetapi kita juga harus yakin bahwa Allah adil. Mahaadil itu tidak berlaku zalim pada hamba-hamba-Nya. Ketika dihadapkan pada situasi yang tidak sesuai dengan yang kita inginkan, yang pahit, yang sama sekali tidak menyenangkan, maka kita diperintahkan mengimani qada dan qadar. Mengimani bahwa Allah-lah yang Mahakuasa di satu sisi, dan meyakini bahwa Allah Mahaadil di sisi lain. Apa yang Allah berikan kepada kita pasti yang terbaik.

Iman Melahirkan Keridaan
Keimanan kita pada qada dan qadar melahirkan ajaran tentang konsep rida. Menerima segala yang diputuskan Allah, sabar dalam menyikapinya, kemudian bertawakal membangun langkah-langkah usaha, dan ujungnya pasrah kepada Allah SWT.

Quran memberikan ajaran dalam surat al-Insyirah [94] bahwa beserta kesulitan ada kemudahan. Itu adalah sunatullah. Tidak ada kesulitan yang abadi dan tidak ada kemudahan yang abadi. Tidak ada derita yang abadi, sebagaimana tidak ada bahagia yang abadi. Sepanjang hidup di dunia ini adalah fana. Semuanya pasti ada akhir. Itu harus diyakini oleh kita. Oleh karena itu ada sebuah nasihat, ketika kita memperoleh suatu kesulitan, cobalah senyum sejenak. Senyum itu pertanda sehabis kesulitan ada kemudahan. Begitu kita mendapat kebahagiaan juga jangan sampai lupa kerutkan kening sejenak karena ini pertanda bahagia ada akhirnya.

Perjalanan hidup manusia memang begitu berputar. Seperti putaran roda pedati. Kadang-kadang sulit, kadang-kadang mudah; kadang-kadang sukses, kadang-kadang gagal; kadang-kadang untung, kadang-kadang rugi. Itu sunatullah, sudah menjadi bagian hukum Allah yang ditetapkan pada setiap manusia.

Tidak ada manusia yang menderita selamanya, tidak ada pula manusia yang gembira selamanya. Pasti semuanya mengalami. Yang membedakan bagaimana sikap seseorang menghadapi semua kehidupan itu. Ketika dihadapkan pada kesulitan, kepahitan, dan penderitaan mantapkan keimanan kita pada qada dan qadar Allah. Allah Mahakuasa untuk berbuat apa saja kepada kita. Sehingga harus kita imani bahwa Allah tidak mungkin kejam, zalim tapi Allah berikan sesuatu itu yang baik untuk kita.

Inilah yang diingatkan dalam firmannya, “Kadang-kadang kamu membenci sesuatu yang kamu benci justru itu yang akan membahagiakanmu. Tapi kadang-kadang kamu mencintai sesuatu tapi justru yang kamu cintai akan menjerumuskan kamu.” Ketika kita mendapatkan sesuatu kesulitan, barangkali ini yang terbaik. Begitu pun ketika menemukan kesenangan, jangan sombong. Justru akan mendatangkan kebahagiaan bagi kita.

Sabar dan Syukur
Konsep sabar dan syukur menjadi kunci penting untuk menyikapi semua realitas itu, dengan sikap yang betul-betul bisa memberikan kenyamanan dalam hidup. Kadang-kadang kita membenci suatu keadaan tapi tidak senang dengan situasi sulit, padahal apa yang tidak kita senangi itu yang akan membahagiakan kita.

Oleh karena itu, ada ajaran dalam agama di balik kesulitan yang menimpa kepada kita menghasilkan hikmah. Semacam keberuntungan, kenikmatan di luar estimasi nalar kita. Sesuatu keberuntungan yang diperoleh justru melalui proses kepahitan. Pelajaran tersebut sering dialami kita. Jadi, janganlah kita menganggap Allah tidak adil, tidak sayang, sikap tersebut harus dihindari. Sebab kadangkala sesuatu yang kita benci justru itu yang akan membahagiakan kita.

Dalam konteks hubungan dengan manusia, ada nasihat dari rasulullah, “Kalau kamu terlanjur mencintai seseorang janganlah habis-habisan. Cintailah orang yang kamu cintai itu enteng-enteng saja. Siapa tahu orang yang kamu cintai sekarang justru akan mencelakakan kamu di masa yang akan datang. Kalau kamu terlanjur membenci seseorang jangan pula habis-habisan, justru bisa jadi di masa yang akan datang orang yang kamu benci akan memberikan kebahagiaan.”

Keimanan Lahir dari Ujian
Ajaran lain dalam menyikapi situasi yang tidak mengenakan yaitu ajaran dalam konsep ujian. Allah memberikan sejumlah ujian kepada hamba-hamba-Nya, berulangkali dalam al-Quran Allah mengingatkan hamba-Nya, “Apa manusia mengira sudah beriman, padahal Allah belum menguji. Dan kami telah menguji umat sebelum kalian. Dan kami tahu mana yang ada di antara mereka yang betul-betul kuat iman dengan yang tidak.” Begitu halnya dalam sebuah hadis qudsi, untuk mengetahui kualitas keimanan Dia menguji hamba-Nya.

Memang ujian adakalanya dalam kepahitan tapi ada kalanya dalam kesuksesan. Banyak orang yang gagal ketika diuji oleh kesulitan tapi lebih banyak lagi yang gagal ketika diuji oleh kenikmatan. Nah, ketika kita dihadapkan pada situasi yang tidak mengenakan, tidak menyamankan, salah satu yang harus disikapi, “Siapa tahu saya sedang diuji Allah. Mengapa diuji? Karena Allah menghendaki supaya saya bisa naik kelas.

Keimanan harus melalui proses yaitu ujian. Sekal ipun sudah yakin bahwa sesuatu yang kita lihat suatu kepahitan justru menurut Allah kebaikan, seringkali manusia tidak tabah. Maka ajaran Islam memberikan solusi secara spiritual.

Agama mengajarkan ketika kita dihadapkan pada kesulitan yang tidak sanggup sabar menghadapinya, maka ambilah air wudhu, lakukan salat syukrul wudhu. Serahkan kepada Allah. “Tuhanku cukuplah Engkau pelindungku, cukuplah Engkau penolongku, dan cukuplah Engkau sumber rezekiku.” Kalau dihadapkan pada ketidaksenangan, mintalah kepada Allah, “Ya Allah berilah kami hati yang tenteram, hati yang tenang, yang iman saat berjumpa dengan-Mu dan rela atas semua apa yang kau berikan kepadaku.” Juga perbanyak doa dan zikir dalam menghadapi berbagai situasi. (daaruttauhiid)