Mengemban Amanah
Faktor yang penting untuk kita perhatikan dalam memilih pemimpin adalah bagaimana kapabilitas atau kemampuannya untuk memimpin. Rasulullah saw pernah bersabda, “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Seorang sahabat lalu bertanya, “Bagaimana maksud amanat yang disia-siakan?” Rasulullah menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah kehancuran itu.” (HR. Bukhari).
Banyak pemimpin-pemimpin yang mendapatkan kedudukannya bukan karena memang memiliki kemampuan untuk memimpin. Tapi karena faktor ayahnya yang seorang pejabat tinggi atau karena ada keluarganya yang sudah menjadi pejabat lebih dahulu, sehingga dia mendapat keuntungan melalui cara nepotisme. Atau karena faktor harta kekayaan sehingga dukungan bisa dibeli.
Jabatan yang diperoleh dengan cara-cara demikian tidak akan mendatangkan manfaat dan keberkahan. Ketika seseorang memegang jabatan sedangkan dia tidak memiliki kemampuan untuk menjalankannya, maka hasil yang didapatkan tiada lain hanyalah kekacauan.
Penting bagi kita untuk memilih pemimpin yang tidak hanya saleh secara personal dirinya, namun juga punya kemampuan di bidangnya untuk memimpin. Karena tidak setiap orang yang saleh punya kemampuan untuk memimpin.
Tidakkah kita ingat pada percakapan antara Baginda Rasulullah dengan Abu Dzar al-Ghifari manakala Abu Dzar meminta suatu tugas kepada Rasulullah. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abu Dzar berkata kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah tidakkah engkau mempekerjakan aku?” Rasulullah menepuk pundak Abu Dzar seraya bersabda. “Wahai Abu Dzar engkau ini lemah sedangkan tugas adalah amanah yang pada hari kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang mengambilnya sesuai haknya dan menjalankannya dengan baik.” (HR. Muslim).
Nabi Muhammad bukan tidak tahu siapa Abu Dzar, Rasulullah bukan meragukan kesalehan dan komitmennya terhadap agama Allah. Bahkan Abu Dzar termasuk barisan sahabat yang paling pertama memeluk Islam. Abu Dzar memiliki kepribadian yang keras dan pemberani, ciri khas kaum laki-laki yang berasal dari kabilah Ghifar. Kalimat lemah pada ucapan Rasulullah bukan berarti Abu Dzar lemah imannya, namun mengandung makna kurangnya kemampuan Abu Dzar untuk menjalankan amanah jabatan tertentu.
Sedangkan jika seseorang memang memiliki kapabilitas untuk memikul amanah jabatan, maka Rasulullah tidak akan ragu untuk mempercayakan jabatan itu kepadanya. Sebagaimana yang pernah beliau lakukan terhadap Usamah bin Zaid. Rasulullah mengamanahkan kepada Usamah untuk memimpin pasukan kaum muslimin menghadapi pasukan Romawi. Padahal ketika itu usia Usamah belum genap dua puluh tahun dan di dalam barisan pasukan ini terdapat para sahabat senior yang usianya tentu jauh lebih tua.
Rasulullah memberikan kepercayaan tersebut karena Usamah memang memiliki kapabilitas mumpuni yang sudah bisa dilihat semenjak Usamah di masa kanak-kanak. Usamah pernah menangis ketika ia meminta izin kepada Rasulullah untuk bergabung dalam pasukan kaum muslimin saat Perang Uhud. Akan tetapi Rasulullah tidak mengizinkannya karena faktor usia yang masih terlalu muda. Namun Rasulullah memberinya izin untuk ikut pada perang-perang berikutnya karena kesungguhan yang diperlihatkan Usamah.
Kepercayaan dari Rasulullah berbuah sangat manis. Usamah dan pasukannya sukses menaklukan Romawi dan kembali ke Madinah membawa harta rampasan yang berlimpah dan tanpa satu pun dari pasukan kaum muslimin yang menjadi korban. Kemenangan gemilang yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah kaum muslimin.
Saudaraku pilihlah pemimpin yang seakidah dengan kita dan memiliki kapabilitas. Inilah ikhtiar kita memiliki kehidupan yang aman dan tenteram serta kondusif bagi kegiatan ibadah dan muamalah kaum muslimin. Tiada yang lebih indah di sebuah tempat kecuali Islam bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-harinya. (KH. Abdullah Gymnastiar)