Mendidik Anak di Era Modern
Pada zaman sekarang, mendidik anak terasa semakin berat. Orangtua harus bersaing dengan televisi, internet, hape, dan perangkat teknologi lainnya, termasuk pula dengan lingkungan sekitar, dalam menanamkan pengaruhnya kepada anak. Tanpa doa, ilmu, kesungguhan, dan kesabaran dalam menjalankannya, besar kemungkinan orangtua akan “kehilangan” anak-anaknya. Fisiknya boleh jadi masih serumah, akan tetapi akhlak, pikiran, dan tingkah polahnya tidak lagi seirama.
Berikut ini beberapa hal yang penting untuk dilakukan ‘ orangtua dalam mendidik dan membimbing putra-putrinya.
- Orangtua jangan kalah wawasan oleh anak-anaknya.
Maka, sangat tepat apabila orangtua mengenal berbagai macam input yang biasa diakses anak-anaknya. Orangtua pun harus paham akan perkembangan teknologi alias tidak gaptek (gagap teknologi). Ayah dan (terutama) ibu selayaknya mengenal beragam hal yang biasa digunakan anak-anaknya, misalnya VCD/DVD player, handphone, komputer, internet dengan medsosnya, dan sebagainya. Mengapa? Dengan memahami hal tersebut (1) orangtua bisa mengakses dan mengetahui input-input yang telah diakses oleh anak, (2) orangtua bisa memahami dan penjelaskan sisi positif dan negatifnya kepada putraputrinya.
- Untuk membentengi anak dari pengaruh buruk lingkungan, kita dapat memberi pemahaman dan wawasan tentang akibat baik atau buruk dari suatu perbuatan.
Tanamkan kepada mereka bahwa setiap keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukan akan ada konsekuensinya, manfaat (positif) dan mudharatnya (negatif ).
- Tanamkan keimanan (rasa takut dan harap) kepada Allah Ta’ala.
Apabila keimanan telah tertanam dalam hatinya, anak akan takut untuk melakukan hal-hal yang merusak dan membahayakan dirinya atau orang lain. Orangtua dapat pula memberikan pemahaman bahwa setiap perbuatan yang merusak, membahayakan, merugikan, atau membinasakan diri atau orang lain adalah perbuatan haram dan dosa, misalnya mencuri, merokok, memakai narkoba, dan lainnya. Jangan lupa, orangtua bisa mengajarkan bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Ta’ala kelak.
- Beri anak tanggung jawab.
Orangtua tentu saja boleh memberi aneka fasilitas yang dapat mendukung pengetahuan, wawasan, serta keterampilan anak. Akan tetapi, orangtua pun harus mengimbanginya dengan memberi pemahaman baik tentang penggunaan fasilitas yang diberikan. Di sinilah perlu adanya komunikasi yang hangat dan dua arah antara orangtua dan anak. Artinya, orangtua harus mendengar keinginan anak di samping mengungkapkan harapannya kepada anak.
- Didik anak agar mandiri.
Apabila orangtua menginginkan anak-anaknya mandiri, orangtua bisa menanamkan sikap kemandirian sejak kecil. Tujuannya adalah agar jiwa mandiri mendarah daging dalam diri mereka. Anak usia tiga atau empat tahun sudah bisa mulai dididik untuk mandiri. Misalnya, ketika akan dan setelah bermain, anak dibiasakan untuk mengambil dan membereskan kembali mainannya. Anak juga dibiasakan memakai pakaiannya sendiri, makan sendiri; atau menyimpan sepatu di rak sepatu sepulang dari sekolah, dan lainnya. Hal yang tidak kalah penting, orangtua harus mengomunikasikan kepada mereka tentang harapan dan keinginannya.
- Perhatikan pula teman-teman dan lingkungan bergaul mereka.
Sesungguhnya perkembangan seorang anak itu sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika lingkungan pergaulan rusak, akhlaknya pun akan terbawa rusak. ‘
- Berusaha untuk bersikap bijak kepada mereka.
Jangan terlalu over protective, jangan mendikte anak, jangan selalu berprasangka buruk. Berilah mereka kepercayaan dan tanggung jawab. Jadilah sahabat atau teman terbaik bagi mereka.
- Bangun keakraban dengan anak sehingga anak merasa nyaman dengan orangtuanya.
Untuk bisa menjadi sahabat anak, orangtua harus memulainya sejak si anak masih kecil. Mengapa banyak anakyang memusuhi orangtuanya? Boleh jadi, sejak kecil orangtuanya sudah jauh dengan anak-anak sehingga yang tertanam di hatinya bukanlah kasih sayang, melainkan ketidakpedulian.
- jangan segan untuk meminta maaf.
Apabila terjadi hubungan yang kurang harmonis antara orangtua dan anak, atau ada sikap kurang pantas, sangat baik apabila orangtua mengalah dengan meminta maaf kepada anak. Yakinlah, apabila dilakukan dengan tulus dan mengharap ridha Allah Ta’ala, kehangatan keluarga pun akan segera didapatkan.
- Orangtua sebaiknya jangan membuka-buka buku harian anak tanpa seizinnya.
Buku harian sifatnya sangat rahasia dan pribadi sekali. Walaupun merekadibiasakan memakai pakaian sendiri, makan sendiri; adalah anak kita, tidak semua rahasianya harus kita ketahui. Biarkanlah anak berkreasi dengan buku hariannya. Namun, apabila anak memperlihatkan buku harian kepada orangtuanya, berilah respons positif dan tidak berlebihan. Jangan sampai kepercayaan anak bisa luntur gara-gara orangtua terlalu responsif.
- Apabila mendapat berita buruk tentang anak dari temannya, maka orangtua harus mengecek ulang kebenaran berita itu kepada orang-orang yang dapat dipercaya.
Apabila informasinya sudah lengkap, segeralah untuk mendialogkannya dengan anak tanpa harus memojokkannya. Jika anak memang telah berbuat kesalahan, bersikaplah dengan tegas, akan tetapi tetap ‘ lembut, tetap menegakkan aturan dan kedisiplinan, tidak kasar, tidak pula bengis.
- Sekolahkan anak-anak kita ke sekolah, madrasah, atau lembaga pendidikan tertentu lainnya yang menyediakan pendidikaan agama Islam.
Pendidikan agama yang disediakan sekolah-sekolah umum tidak akan mampu memberi bekal yang cukup untuk bekal keagamaan anak.
- Tanamkan rasa “percaya diri” dalam diri anak.
Jangan biarkan mereka tumbuh dengan perasaan minder atau lemah. Katakanlah kepada mereka, ”Kamu bisa, kamu pasti bisa,” sehingga mereka bisa kuat menghadapi tantangan hidup. Ingatlah selalu akan firman Allah Ta’ala, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Maka, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa’, 419)
Muhammad bin Ali bin AI-Husain rahimahullah berwasiat kepada putranya:
“Wahai anakku, jauhilah olehmu sifat malas dan banyak mengeluh. Sesungguhnya, kedua sifat itu merupakan kunci dari segala keburukan. Apabila engkau malas, niscaya engkau tidak akan mampu menunaikan kewajibanmu. Apabila engkau banyak mengeluh, niscaya engkau pun tidak akan sabar dalam menunaikan kewajibanmu itu.” (]awahir Shifatush-Shafwah)
(Oleh : Ninih Muthmainnah)