Mencermati Kepemimpinan Rasulullah
“Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Keteladanan Rasulullah dalam memimpin tak diragukan lagi. Tindak tanduk dan sepak terjang beliau dalam memimpin merupakan cermin pribadi mulia. Sebagai sosok pemimpin, beliau selalu mengedepankan nilai akhlak. Tataran ini kerap menjadi panutan generasi dimasa dan sesudahnya.
Pada sisi lain, tataran akhlak yang ditampilkan Rasulullah bukan saja menjadi perisai kepribadian, melainkan juga mampu meluluhkan kekerasan hati siapapun yang memusuhinya. Itulah sebabnya, Rasulullah dapat dikategorikan sebagai manusia istimewa. Keistimewaaan ini merupakan muara penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.
Keistimewaan yang ada dalam diri Rasulullah dapat kita selusuri dari rangkaian ayat-ayat Quran. Pada Quran, kita temukan para nabi sebelum Nabi Muhamad saw selalu diseru oleh Allah SWT dengan nama-nama mereka, “Ya, Adam….., Ya Musa…,Ya Isa…” dan sebagainya.
Tetapi terhadap Nabi Muhammad saw, Allah sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan seperti, “Ya ayyuhan Nabi…, Ya ayyuhar Rasul…..” atau memanggilnya dengan panggilan-pangilan mesra, seperti, “Ya ayyuhal muddatstsir, atau ya ayyuhal muzzammil.” (wahai orang yang berselimut).
Kalau pun ada ayat yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi dengan gelar kehormatan. Perhatikan firman Allah dalam Quran surat Ali Imran:144, Al-Ahzab: 40, Al-Fath: 29 dan Al-Shaff: 6.
Dalam kaitan ini dapat dipahami mengapa Alquran berpesan kepada kita pada saat memanggil nama Rasul jangan seenaknya. “Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul di antara kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain…” (QS. An-Nur: 63).
Keistimewaan lain yang dapat dipaparkan berkaitan dengan pola kepemimpinman Rasululluh. Pertama, pemimpin yang zuhud. Gambaran ini dapat kira simak dari salah satu riwayat,”Rasulullah bersabda, “Tuhanku telah menawarkan kepadaku dengan menukar bukit-bukit di Mekkah menjadi emas. Tetapi aku mengatakan kepada-Nya,”Ya Allah aku lebih suka makan sehari dan lapar pada hari berikutnya, jika aku dalam keadaan lapar, maka aku akan mengingat-Mu dan jika aku dalam keadaan kenyang, maka akupun dapat memuji-Mu serta bersyukur atas nikmat-nikmat-Mu.”
Kedua, pemimpin yang amanah dan profesional. Rasulullah pernah bersabda bahwa pemimpin adalah pelayan umat. Sikap amanah dan profesional Rasulullah ini diikuti oleh khalifah Abu Bakar. Sebelum menjadi khalifah, Abu bakar ra adalah seorang pedagang kain, beliau selalu sibuk dengan dagangannya itu. Setelah beliau baru dilantik menjadi khalifah, pada esok harinya dengan membawa beberapa helai kain ditangannya, beliau berjalan menuju pasar untuk berjualan seperti biasa.
Ketika itu beliau berjumpa dengan sahabat Umar ra. Umar bertanya kepadanya,”Mau pergi kemana engkau?” Abu Bakar Ra. Menjawab,”Saya akan pergi ke pasar.” Lalu Umar berkata lagi,”Jika kamu menyibukan diri dalam perdagangan di pasar, maka siapakah yang akan menjalankan tugas-tugas khalifah?”
Kemudian Abu Bakar menjawab,”lalu bagaimana saya harus membiayai keluarga saya?” Umar berkata,”Marilah kita menjumpai Abu Ubaidah ra. (Julukan rasululllah sebagai penjaga amanah baitul mal) agar ia menentukan uang gajimu.” Keduanya pun menjumpai Abu Ubaidah ra lalu ditetapkan tunjangan gaji bagi Abu Bakar sama dengan yang biasa diberikan kepada seorang Muhajirin, tidak kurang dan tidak lebih.
Pada suatu hari istrinya berkata kepada Abu bakar ra,”Saya ingin membeli sedikit manisan.” Abu Bakar menjawab,”Saya tidak memiliki uang yang cukup untuk membelinya.” Istrinya berkata, “Jika engkau ijinkan, saya akan mencoba untuk menghemat uang belanja kita sehari-hari, sehingga saya dapat membeli manisan itu.” Akhirnya Abu Bakar pun menyetujuinya.
Maka mulai saat itu istri Abu Bakar menabung sedikit demi sedikit uang belanja mereka setiap hari. Beberapa hari kumudian uang itu pun terkumpul untuk membeli makanan yang diinginkan oleh istrinya. Setelah uang itu terkumpul, istrinya menyerahkan uang itu kepada suaminya untuk dibelikan bahan makanan tersebut.
Namun Abu Bakar berkata,”Nampaknya dari pengalaman ini, ternyata uang tunjangan yang kita peroleh dari Baitul Mal itu melebihi keperluan kita.” Lalu Abu bakar ra mengembalikan lagi uang yang sudah dikumpulkan oleh istrinya itu ke Baitul Mal. Dan sejak hari itu, uang tunjangan beliau telah dikurangi sejumlah uang yang dapat dihemat oleh istrinya.
Ketiga, Nabi saw pemimpin yang dicintai Allah. Ada perbedaan yang signifikan antara sikap Allah terhadap kepemimpinan Nabi saw., dengan kepemimpinan Nabi-nabi sebelumnya. Perbedaan sikap itu dapat kita temukan dari beberapa ayat Quran. Salah satu contoh. Nabi Musa as. Bermohon kepada Allah menganugrahkan kepadanya kelapangan dada, serta memohon agar Allah memudahkan segala persoalannya. “Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku.” (QS. Thaha: 25-26)
Sedangkan Nabi Muhamad saw memperoleh anugrah kelapangan dada tanpa mengajukan permohonan. Perhatikan firman Allah dalam surat Alam Nasyrah,”Bukankah kami telah melapangkan dadamu?” (QS. Alam Nasyrah: 1).
Akhirnya, mencermati keistimewaan Rasulullah sebagai pemimpin, seharusnya kita dapat memetik hikmah dari beliau dan diterapkan dalam kehidupan keseharian. Semoga. (Encon Rahman)