Menceritakan Nikmat Allah
Salah satu kunci syukur yakni menyampaikan atau menceritakan nikmat Allah Ta’ala. Dalam bahasa al-Quran istilah ini disebut tahaddus binni’mah yang bermakna menampakkan atau menceritakan nikmat Allah. Tujuan kita menceritakan nikmat Allah ini adalah untuk mengingatkan diri kita sendiri pada kekuasaan Allah, sehingga semakin yakin bahwa hanya Allah yang memiliki segalanya. Bahwa hanya Allah yang Maha Mencukupi rezeki seluruh makhluk-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ࣖ ﴿الضحى : ۱۱
Artinya: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).” (QS. ad-Dhuha [93]: 11).
Tahaddus binni’mah jelas berbeda dengan riya’. Kalau riya’ itu menampakkan, menceritakan keberuntungan yang kita dapatkan dengan tujuan supaya orang lain kagum kepada kita dan supaya kita mendapat pujian dari manusia. Orang yang syukur itu tidak ada beban di hatinya. Ringan dengan apa saja yang ia dapatkan dari Allah Ta’ala. Sedangkan orang yang riya’ itu ada beban di hatinya karena ingin diakui, dikagumi, dan dipuji orang lain.
Orang yang syukur ketika dia sampaikan tentang nikmat dari Allah, yang ia rasakan adalah semakin bertambahnya keyakinan kepada Allah. Semakin deras rasa empatinya untuk membantu orang lain. Sedangkan orang yang riya’ semakin ia menceritakan keberuntungan kepada orang lain, maka semakin haus dirinya akan pujian dan semakin berat rasanya memiliki pada perkara dunia.
Orang yang syukur akan tenang hatinya dan ketenangan ini akan terpancar melalui ucapan dan perbuatannya, sehingga orang lain pun dibuat nyaman berada di dekatnya. Sedangkan orang yang riya’ itu tidak akan tenang hatinya dan ketidaktenangan ini akan terpancar dalam ucapan dan sikapnya. Orang lain pun tidak akan nyaman berada lama-lama di dekatnya.
Orang beriman yang senantiasa bersyukur dan menyebut-nyebut nikmat dari Allah itu tidak akan terbebani, justru hatinya akan tetap tenang dan ringan dalam setiap kondisi. Sedangkan orang yang riya’ akan terbebani hatinya karena ia mencari pujian dan penghargaan makhluk. Akibat dari ketidaknyamanan hatinya itu maka yang diucapkannya pun akan tidak nyaman pula baik bagi dirinya sendiri maupun bagi yang mendengarkan.
Selalu hiasi diri untuk menceritakan nikmat Allah yang kita rasakan dengan niat lillahi ta’ala; hanya untuk Allah semata. Apa yang kita miliki hakikatnya adalah dari Allah dan untuk digunakan di jalan yang Allah ridai. Keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan yang kita raih adalah karunia dari Allah sebagai sarana bagi kita untuk lebih dekat kepada-Nya.
Menjadi pribadi yang bersyukur adalah dambaan kita semua. Karena hanya pribadi yang bersyukurlah yang bisa menjalani hidup ini dengan ringan, penuh ketenangan, bahagia, dan senantiasa mendapat pertolongan Allah Ta’ala. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang pandai bersyukur. (KH. Abdullah Gymnastiar)