Melancong Asik ke Masjid Menara Kudus
Sebut satu nama masjid warisan budaya nusantara pada zaman lampau. Masjid yang dikategorikan sebagai cagar budaya. Maka, nama Masjid Menara Kudus tidak boleh terlewatkan. Masjid yang terletak di pesisir Pantura (Pantai Utara Jawa) ini dibangun pada tahun 1549. Itu artinya, nyaris lima abad Masjid Menara Kudus melewati masa-masa sarat nilai sejarah perkembangan Islam di Nusantara.
Keberadaan masjid ini menjadi jejak yang menyimpan kepingan-kepingan masa lalu. Karena itu mengunjungi Masjid Menara Kudus tidak sekadar beribadah dan melepas lelah, tapi juga pengunjung seakan diajak menelusuri lorong waktu. Yakni sejak awal Islam berkembang di Tanah Jawa yang ditandai berdirinya Kesultanan Demak, perlawanan terhadap kekuasaan penjajah asing yang dimotori semangat jihad, usaha tak kenal lelah dalam mempertahankan kemerdekaan, hingga sekarang saat memasuki tantangan dunia milenial.
Menara Masjid
Nama resmi masjid ini adalah Masjid al-Aqsa Manarat Qudus atau Masjid al-Manar (Masjid Menara). Namun, nama Masjid Menara Kudus lebih populer atau dikenal khayalak luas. Nama tersebut terinspirasi dari menara yang terletak di sebelah tenggara atau di depan sebelah kanan dari bangunan utama masjid.
Lazimnya masjid-masjid di Jawa tidak memiliki menara. Tapi tidak dengan masjid ini, yang selain memiliki menara, bentuk arsitektur dan cara pembangunannya pun sangat unik. Perpaduan antara budaya Islam dengan Hindu-Budha. Dua agama yang menjadi keyakinan mayoritas masyarakat Jawa sebelum kedatangan Islam. Karenanya tidak mengherankan jika menara masjid menyerupai bentuk candi, bangunan peribadahan umat Hindu-Budha. Hal ini merupakan bentuk akulturasi budaya yang sangat kentara.
Dibangun dengan ketinggian 18 meter, menara masjid terbuat dari bata merah yang dibangun menggunakan teknik kosod, yakni teknik yang merekatkan antar bata merah hanya memakai tanah. Teknik ini sudah jarang dilakukan pada masa sekarang, dan tergolong teknik yang jadi ciri khas bangunan masa lampau.
Ada pun luas bangunan dasar menara adalah 10 x 10 m, dengan setiap sisi menara dihiasi 32 piring keramik bermotif dari China. Sebagian besar dari piring-piring itu berwarna biru dengan lukisan masjid, manusia, unta, dan pohon kurma. Panorama gurun yang menyiratkan budaya Timur Tengah (Jazirah Arab) tempat lahirnya Islam. Sebagiannya lagi, piring-piring keramik yang ada berwarna merah putih dengan kembang atau bunga-bunga yang jadi panoramanya. Ini menggambarkan suasana alam di Jawa sebagai tempat Islam kini tumbuh kembang.
Lalu, pada puncak menara terdapat ruangan yang bisa diakses lewat tangga yang ada di dalam menara. Dari ruang di puncak menara ini, bisa dilihat jika atap menara terbuat dari kayu, termasuk beduk yang diikatkan ke salah satu balok kayu yang ada di atap. Pada waktu-waktu tertentu, beduk ini akan dibunyikan sebagai tanda kepada masyarakat untuk berkumpul atau memperingati hari raya keagamaan.
Makam Sunan Kudus
Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan atau dikenal dengan nama Sunan Kudus bukanlah nama asing bagi masyarakat di Jawa. Terkenal sebagai salah satu dari Wali Songo (penyebar Islam di Jawa), Sunan Kudus adalah tokoh di balik pembangunan Masjid Menara Kudus. Melalui prakarsanya membangun masjid ini, Kota Kudus pun menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Tanah Jawa.
Nah, makam dari Sunan Kudus berada di kompleks Masjid Menara Kudus. Hal ini yang menambah daya tarik dari masjid tersebut. Pengunjung tidak hanya datang untuk mengagumi keindahan dan keunikan arsitektur masjid, tapi juga bermaksud menziarahi makan Sunan Kudus. (daaruttauhiid)