Melacak Makna Ibadah Haji
Menyengaja sesuatu itulah asal makna kata haji. Namun, maksud haji di sini adalah sengaja mengunjungi Ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat yang tertentu. Ibadah ini merupakan salah satu rukun menuju sempurnanya keislaman seseorang. Maka dengan demikian Allah menegaskan dalam al-Quran, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup melaksanakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran [3]: 97).
Perintah Allah yang kita laksanakan itu bisa sia-sia, jika ibadah haji yang kita lakukan hanya pengejaran identitas belaka, bukan semata-mata mengharap rida Allah SWT. Proses menuju keridaan Allah itu berawal dari niat dan tujuan pelaksanaan ibadah haji yang tulus, selanjutnya memahami makna-makna yang terkandung di balik ritual-ritual haji yang dilakukan.
Berikut paparan makna ritual haji:
Pertama, wujud syukur. Berbagai nikmat yang telah Allah berikan wajib kita mensyukurinya. Wujud syukur adalah menggunakan apa yang telah Allah limpahkan sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya. Ibadah haji merupakan perintah Allah, maka limpahan nikmat khususnya materi yang kita gunakan untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima itu merupakan wujud syukur kita atas nikmat-Nya.
Hanya saja, sebagian orang menilai wujud syukur itu berbentuk perayaan. Hal ini senada dengan apa yang sering jamaah lakukan sebelum berangkat haji yaitu walimatussafar. Semula kebiasaan baik itu dilakukan sebagai media silaturahim dengan sanak famili serta para tetangga yang ada, dengan harapan mereka mengetahui dan mendoakan apa yang menjadi tujuan haji dapat tercapai.
Kedua, wujud kebersamaan umat Islam. Nabi kita telah mengatakan dalam sebuah hadisnya, muslim dengan muslim adalah saudara. Persaudaraan yang kuat di antara umat Islam diwujudkan dengan saling menghormati dan memperhatikan antar sesama. Hal ini, di perintahkan Allah dalam firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! rukulah kamu, sujudlah dan sembahlah Allah Tuhan kamu, serta kerjakanlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan/kebahagiaan. Dan berjuanglah kamu pada jalan Allah dalam arti perjuangan yang sebenarnya.” (QS. al-Hajj: 77).
Wujud kebersamaan tersebut dalam haji dapat dilihat dalam pelaksanaan thawaf. Thawaf memiliki makna penting bagi pelakuknya yaitu nilai kebersamaan sesama muslim menuju satu tujuan yang sama berada dalam lingkungan Allah SWT.
Ketiga, wujud kesetaraan umat Islam. Islam tidak mengenal kasta umat seperti yang ada pada budaya kerajaan. Muslim dalam pandangan Allah adalah sama. Allah tidak akan melihat orang kaya atau miskin, semuanya sama di hadapan Allah. Sesuatu yang akan membedakan mereka adalah tingkat keimanan dan ketakwaan dalam dirinya. Wujud kesetaraan ini dalam ibadah haji salah satunya dapat dilihat dari pakaian ihram jemaah haji. Mereka diwajibkan menggunakan pakaian putih dengan aturan tertentu, semua sama tapa ada perbedaan. Saat itu, tidak ada pandangan miskin atau kaya. Tidak memandang pangkat atau jabatan, semua sama dalam menghadap kepada Rabb semesta alam.
Keempat, membangun keyakinan kepada Allah. Penyakit yang sering melanda dalam jiwa orang muslim adalah pesimistis dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Beratnya persaingan hidup saat ini membuat kita tidak percaya diri dengan apa yang dilakukan. Padahal kita tahu dan yakin bahwa segalanya hanya Allah semata yang menentukan, dan kewajiban manusia hanyalah berusaha.
Dalam ibadah haji keyakinan tersebut dipupuk melalui makna sebuah ritual haji yaitu sai. Sa’i arti harfiahnya adalah usaha hal ini merupakan lambang dari usaha mencari kehidupan lebih baik. Kita kaji makna sejarah sai’, keyakin Siti hajar ibu Ismail as mondar-mandir mencari air untuk puteranya merupakan. Keyakinan atas kesabaran dan kemahakuasaan Allah SWT sedemikian kokoh. Keyakinan yang begitu dalam tidak menjadikannya berpangku tangan dengan hanya menunggu turunnya hujan dari langit, tetapi ia berusaha dan berikhtiar demi mencari kehidupannya. Kesucian dan ketegaran merupakan pondasi yang harus dibangunnya serta sikap menghargai dan bermurah hati. Pantang menyerah itulah makna dari tujuh kali sai’ yang dilakukan.
Dari makna yang dikemukakan tersebut, pelaksanaan ibadah haji mempunyai sasaran pengamalan nilai-nilai kemanusiaan universal yang tidak hanya terbatas pada persamaan nilai-nilai luhur yang seharusnya menghiasi jiwa pemiliknya. Bermula dari kesadaran akan fitrah (jati diri)-nya, serta keharusan menyesuaikan diri dengan tujuan kehadiran bumi ini. Banyaknya makna yang baik dari ibadah haji jangan kita pandanga sebelah mata. Kita harus meraih nilai haji yang hakiki yang diperintahkan oleh syar’i. Wallahu a’lam bis shawab. (daaruttauhiid)