Media Israel Sebut Hamas tak Mungkin Dilenyapkan di Gaza
DAARUTTAUHIID.ORG | GAZA – Sejumlah media Israel dan para pakar akhirnya mengakui bahwa kelompok Hamas terlalu kuat untuk dilenyapkan dari Gaza. Hamas juga diyakini tetap menjadi satu-satunya otoritas yang mampu memerintah Jalur Gaza, bahkan setelah perang selama 15 bulan.
Channel 12 Israel mengakui kegagalan Israel dalam mencapai tujuan perangnya, termasuk mencegah Hamas memerintah atau kembali berkuasa di Gaza. “Kemarin kita melihat bahwa Hamas masih memiliki kemampuan ini,” merujuk pada adegan kemunculan Brigade al-Qassam Hamas di tengah masyarakat saat menyerahkan tiga tahanan perempuan Israel ke Komite Palang Merah Internasional (ICRC) sebagai bagian dari perjanjian pertukaran tahanan gencatan senjata.
Channel 12 menekankan bahwa tidak ada kekuatan lain di Gaza yang memiliki kemampuan sebanding, sehingga memungkinkan Hamas untuk menegaskan kembali dirinya dan membatasi kapasitas operasional militer Israel.
Dalam konteks terkait, saluran tersebut memperkirakan bahwa Israel tidak mungkin melanjutkan pertempuran di Gaza. Ini karena perlawanan Palestina memiliki kemampuan untuk berperang tanpa batas waktu dan mampu terus merekrut individu.
Demikian pula, Amos Harel, analis urusan militer untuk surat kabar Israel Haaretz, mengomentari adegan ratusan anggota Brigade al-Qassam hanya beberapa kilometer dari tempat pasukan pendudukan Israel ditempatkan. Harel mengatakan bahwa Hamas “menunjukkan kekuatan dan tanda-tanda militernya serta menjalankan pemerintahan sipil.”
Sementara itu, koresponden militer Channel 12, Lilach Shoval, mencatat bahwa perjanjian gencatan senjata di Gaza tidak menjamin tercapainya dua tujuan yang telah ditetapkan Israel: melenyapkan Hamas dan membebaskan para tawanan.
Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan oleh surat kabar Israel Maariv mengungkapkan bahwa hanya 8 persen warga Israel yang percaya bahwa pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah sepenuhnya mencapai tujuan yang ditetapkan untuk perang di Gaza. Hal ini terjadi di tengah laporan dari media Israel yang menekankan banyaknya korban jiwa yang ditimbulkan oleh pasukan pendudukan Israel di Gaza utara.
Selain itu, The New York Times menyoroti meningkatnya skeptisisme di kalangan eselon atas kepemimpinan militer Israel mengenai pencapaian dua tujuan utama perang: memberantas Hamas dan menjamin pembebasan lebih dari 100 tawanan yang masih ditahan di Gaza.
Mantan ketua Dewan Keamanan Nasional Israel Giora Eiland mengakui sulitnya meraih kemenangan, dengan menyatakan, “Selama senjata dan amunisi ada di Gaza, dan selama ada cukup pemuda yang siap berperang sampai mati, kemenangan akan tetap sulit diraih.”
Kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku pada Ahad (19/1/2025) mempertontonkan kepada dunia bagaimana pasukan Brigade Al-Qassam tampil gagah di hadapan publik. Usai menggelar konvoi pembebasan tiga sandera, mereka muncul dengan topeng dan ikat kepala hijau sambil membawa senjata laras panjang.
Citra yang tersebar di seluruh dunia tersebut mengingatkan ancaman Perdana Menteri Israel pada 5 Mei 2024 lalu, hampir tujuh bulan setelah serangan Israel ke Gaza. Netanyahu menyatakan bahwa tujuan utama dari perang ini adalah untuk menghancurkan Hamas dan mencegahnya menguasai Gaza. Lebih dari 250 hari setelah pernyataan ini, dan 470 hari setelah agresi Israel, janji-janji Netanyahu dijawab dengan semakin kokohnya perlawanan Palestina meski banyak pimpinan Hamas yang syahid dibunuh penjajah.
Padahal, Israel sudah mendapat bantuan dana militer, bom hingga amunisi dari negara adidaya dengan kekuatan militer terbesar di bumi, Amerika Serikat. Palestine Chronicle yang mengutip Aljazirah Arabia dalam analisisnya mengungkapkan, pada jam-jam awal gencatan senjata tahap pertama, Ahad, radio militer Israel melaporkan, pasukan Hamas menegaskan kembali kendali mereka atas Gaza.
Hamas menegaskan tidak pernah kehilangan kendali atas bagian mana pun dari wilayah tersebut selama perang. Gencatan senjata bahkan semakin memperkuat organisasi tersebut. Perkembangan ini menyoroti kesenjangan antara tujuan strategis Israel dan kenyataan di lapangan. Gambar-gambar dari Gaza terus menunjukkan kehancuran yang meluas dan hilangnya nyawa, namun Hamas tetap memegang kendali.
Literatur militer menyoroti konsep “Pusat Gravitasi” (Center of Gravity, COG) untuk organisasi militer. Dalam kasus Hamas dan Perlawanan Palestina, elemen utama kekuatan mereka terletak pada dukungan penduduk setempat.
Dukungan akar rumput ini dinilai memberi Hamas kedalaman sosial yang tak ternilai, pasokan sumber daya manusia yang berkesinambungan, dan dukungan strategis yang kuat. Dukungan rakyat dan kepercayaan terhadap pilihan strategis dan kepemimpinan perlawanan telah memungkinkan Hamas untuk mempertahankan mandat populernya untuk mencapai tujuan nasional Palestina.
Untuk meruntuhkan ini, Israel telah menargetkan infrastruktur sipil Gaza baik secara militer maupun psikologis, yang bertujuan untuk meningkatkan biaya dukungan bagi perlawanan dan melemahkan basis populer Hamas. Kendati demikian, belum ada tanda-tanda perlawanan warga Gaza terhadap Hamas.**
Redaktur: Wahid Ikhwan
Sumber: Republika