Mau Apa Hidup Ini?
Pernahkah sahabat mendengar atau membaca istilah uzlah? Dalam bahasa indonesia uzlah bisa diartikan sebagai mengasingkan atau menjauhkan diri dari keramaian. Uzlah dalam istilah Islam bukan hanya seseorang itu sekedar menyendiri atau mengasingkan diri dari keramaian tanpa ada kegiatan positif yang dilakukannya. Imam Ibnu at-Thailah menyampaikan, “Tiada sesuatu yang lebih berguna bagi hati kita, di antaranya adalah menyendiri untuk memperbanyak tafakur.” Saat seseorang memutuskan untuk menyendiri dalam jangka waktu tertentu, jangan hanya sekadar dilakukan karena untuk menghilangkan stres semata. Utamakan menyendiri yang kita lakukan adalah karena untuk mencari tahu apa saja kekhilafan yang telah kita perbuat dan memikirkan upaya-upaya untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Perumpamaanya seperti dalam pelaksanaan ibadah shalat lima waktu. Kita ketahui ada jeda untuk setiap waktunya. Dari setelah maghrib ada jeda sampai sebelum ‘isya, dari setelah ‘isya ada jeda sampai sebelum shubuh, begitu pun seterusnya dengan waktu shalat yang lain. Jika kita mau berfikir lebih jauh itu adalah masa atau waktu luang untuk kita berpikir apa saja yang telah kita lakukan mulai dari shalat ke waktu shalat berikutnya.
Selama jeda tesebut seharusnya kita melakukan evaluasi atau introspeksi diri apa untung dan ruginya kegiatan atau perilaku yang telah kita perbuat sebelumnya. Jika kita merasa melakukan hal-hal yang berdosa maka dari evaluasi tersebut kita kemudian harus menumbuhkan tekad untuk tidak melakukan dosa seperti hal yang telah dilakukan sebelumnya. Munculnya kesimpulan untung dan ruginya dari perbuatan kita sebelumnya adalah karena kita memiliki waktu luang untuk menyendiri dan memikirkannya.
Jika dalam kehidupan yang kita jalani sering kali kita melakukan sesuatu hal untuk mendapatkan penilaian dari orang lain, maka selamanya juga kita sebagai manusia akan merasa lelah untuk mendapatkan penilaian yang baik dari manusia lainnya. Tetapi jika kita berfokus dalam hidup ini segala sesuatunya hanya dipersembahkan untuk Allah semata maka In sya Allah, kita tidak akan mudah tergoda dengan hal-hal lain yang melalaikan diri dari Allah Ta’ala.
Yakin saja dengan hal yang kita lakukan selama itu baik, benar, dan karena Allah Ta’ala maka kita tidak akan sibuk mendengar omongan orang lain yang menghina, merendahkan, atau mempermasalahkan perilaku kita. Menurut Sahal Bin Abdullah, seorang ulama sufi, kebaikan itu terhimpun dalam empat macam yakni lapar, diam, menyendiri, dan bangun malam.
Lapar berarti shaum atau puasa, semakin sering kita berpuasa maka syahwat, hawa nafsu, amarah akan menjadi jinak. Kemudian diam yang berarti tidak banyak bicara kecuali hal-hal yang baik, seperti pesan Rasulullah Salallah ‘Alaihi Wasallam:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Selanjutnya menyendiri bukan berarti kita tidak bersilaturahim dengan lingkungan, tetapi sesekali kita menyendiri untuk melakukan evaluasi agar perilaku kita bisa menjadi lebih baik. Yang terakhir adalah bangun malam, panjatkan doa di sepertiga malam agar Allah berkenan senantiasa memberi hidayah kepada kita agar senantiasa berperilaku baik, karna di sepertiga malam adalah salah satu waktu yang Allah akan kabulkan doa-doa kita.