Makanan Haram
Allah SWT menciptakan siang untuk mencari penghidupan dan malam untuk istirahat dan beribadah,
“Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.”
(QS. An-Naba’ (78):10-11)
Islam memerintahkan agar dalam mencari rezeki itu dengan cara yang baik dan halal, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,” (QS Al-Baqarah (2): 168). Dalam ayat yang lain disebutkan, “Dan janganlah sebian kalian memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang batil.” (QS Al-Baqarah (2): 188).
Suatu ketika Sa’ad bin Abi Waqash berkata,” Ya Rasulullah doakan kepada Allah agar aku senantiasa menjadi orang yang dikabulkan doanya.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Sungguh jika ada seseorang yang memasukan makanan haram kedalam perutnya , maka tidak akan diterima amal-amalnya selama 40 hari, dari seorang hamba yang daging nya tumbuh dari hasil menipu dan riba maka neraka lebih layak baginya. (HR At-Thabrani).
Makanan haram bisa disebabkan memang zatnya yang haram, seperti bangkai, daging babi, dan darah. Atau, karena haram cara mendannya, seperti mencuri, riba, cirang dalam jual beli, korupsi, atau suap.
Peraktik mendapatkan harta dengan cara yang haram dapat dengan mudah disaksikan dizaman ini. Perampokan, penipuan, riba, korupsi, kolusi adalah contoh nyata. Makanan yang kotor dan haram akan memberikan pengaruh negatif terhadap hati, akhlak, dan menghalangi hubungan dengan Allah SWT, serta menyebabkan tidak terkabulnya doa.
Para salafus saleh sangat berhati-hati terhadap makanan yang masuk ke mulut dan perut mereka. Abu Bakar mempunyai pembantu yang selalu menyediakan makanan untuknya. ia pun memakannya. Setelah tahu bahwa makanan itu diperoleh dengan cara haram serta-merta ia masukan jari tangannya ke kerongkongan. Kemudian, muntahkan kembali makanannya yang baru saja masuk itu.
Iman An-Nawawi ketika hidup di negeri Syam, ia tidak mau memakan buah-buahan di negeri tersebut. Tatkala orangn menanyakan tentang sebabnya, ia menjawab, “Di sana ada kebun-kebun wakafyang telah hilang ,maka saya khawatir memakan buah-buahan dari kebun itu.”
Berapa banyak doa yang telah kita panjatkan kepada Allah SWT, berapa banyak istighotsah digelar. Namun, kenyataannya bencana demi bencana tetap melanda, berbagai krisis tidak teratasi, dan berbagai kesulitan tak kunjung usai. Mungkinkah ini karena bangsa Indonesia sidah terbiasa praktik-praktik mendapatkan harta dengan cara yang haram, sehingga Allah SWT tidak mengabulkan doa kita?
Oleh Ummu Fathin