Lembut pada Sesama Muslim, Tegas terhadap Non Muslim
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. al-Fath[48]: 29)
Islam memerintahkan manusia untuk berakhlak lembut, ramah, penuh kasih sayang, dan tawadhu kepada keluarga, saudara, teman, sahabat, dan seluruh kaum muslim. Namun, di sisi lain, Islam memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak tegas dan teguh pendirian. Bahkan, bila perlu, bersikap keras ketika berhubungan dengan musuh-musuh agamanya, seperti orang-orang kafir, munafik, lalim, dan kaum yang arogan.
Bersikap Lembut
Ada pun mengenai kelembutan bersikap terhadap sesama muslim, itu artinya kita bersikap lembut dengan saudara-saudara kita sesama muslim, dan tidak ada kekerasan dengan mereka. Bersikap lembut tidak hanya diperintahkan kepada sesama muslim saja, tetapi semua makhluk Allah lainnya. Sebagai buktinya, Islam menjadikan hubungan manusia dengan binatang sebagai hubungan yang didasari dengan kelembutan dan kasih sayang.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu Mahalembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya.”
Bersikap lembut cenderung diartikan dengan sebuah sikap yang lemah, dimana sikap ini terkadang mengabaikan amar makruf nahi mungkar yang membutuhkan ketegasan. Ibnu Sina dalam bukunya “Al- ‘Isyaaraat Wat Tanbiihaat”, mengatakan ia tidak akan menjadi pemarah, tidak pula tersinggung, walau melihat kemungkaran sekali pun, karena jiwanya selalu diliputi oleh kasih sayang dan rahmat, karena ia memandang sirrullah (rahasia Allah) terbentang di dalam kudrat-Nya.
Jika ia mengajak kebaikan maka ia mengajaknya dengan penuh kelembutan, tanpa kekerasan, tidak pula dengan kecaman dan ejekan yang dapat melukai hati. Ia akan menjadi pemberani. Betapa tidak, kematian baginya adalah menjadi pertemuan dengan Allah, kekasihnya.
Bersikap Tegas
Ketegasan dan bersikap keras, tidak bisa dilepaskan dari potensi kemanusiaan seorang manusia. Potensi ini diakomodasi oleh Islam dan dimunculkan untuk mendukung dakwah. Contohnya adalah Umar bin Khattab yang berkarakter seperti ini. Dan sejarah mencatat beliau menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammad saw dan khalifah yang kedua.
Berkaitan dengan sikap keras (dalam konteks Indonesia bisa berarti ketegasan) dalam bersikap, menurut Khalil al-Musawi dalam bukunya yang berjudul Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, sikap keras adalah alat yang digunakan untuk menghadapi para penguasa lalim, orang-orang yang sombong, munafik, dan musuh-musuh agama. Di sisi lain dalam ajaran Islam, kita tidak dituntut untuk berlaku lembut bagi para penguasa lalim dan orang-orang kafir yang memusuhi umat Islam. Allah SWT telah menegaskannya dalam al-Quran surah at-Taubah [9] ayat 73, “Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”
Sikap tegas dan keras ini, bukan berarti menganiaya mereka. Bukan juga hanya terbatas dalam bentuk perang. Keras dan tegas juga dapat tercermin dalam sikap tidak berkompromi jika mengakibatkan terabaikannya prinsip ajaran agama.
Di sisi lain terhadap non muslim, al-Quran memerintahkan kita untuk mencari kata sepakat, serta bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah SWT tidak melarang kita untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kita, atau mengusir ke luar dari kampung halaman kita.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu berkawan dengan orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mumthahanah [60]: 8-9). Wallahu a’lam. (daaruttauhiid)