Kisah Pendengki yang Gembira
Ada sebuah cerita anekdot tentang seorang pendengki yang tetap merasa bahagia. Walaupun dia mengalami siksaan, tetapi rasa sakitnya tidak terlalu berarti karena dia tahu bahwa siksaan orang lain lebih berat daripada siksaan yang dialaminya itu.
Kisahnya dimulai saat dua orang teman pergi mendaki sebuah gunung. Di tengah perjalanan mereka harus melewati hutan yang masih sangat rimbun. Sepertinya hutan tersebut sangat jarang dijamah oleh manusia. Benar saja dalam hutan itu mereka berkali-kali melewati jalan yang sama, itu berarti mereka tersesat. Tiba-tiba datanglah suku asli hutan tersebut yang masih primitif. Mereka mendapati dua orang yang mereka tidak kenal lantas dipukuli kedua orang tersebut. Untung saja hal itu bisa cepat dilerai ketika kepala suku datang menengahi kerumunan.
Akhirnya kedua teman dekat itu meminta kepada kepala suku agar mengizinkan mereka menginap satu malam di sana. Kepala suku pun mengabulkan permintaan mereka dengan syarat keduanya harus menemukan buah-buahan yang belum pernah dilihat dan dimakan oleh penduduk asli hutan tersebut.
Pergilah si fulan dan temannya itu untuk mencari buah yang diminta kepala suku. Si fulan menemukan sebutir buah nanas di hutan dan segera membawanya ke hadapan kepala suku. Nahas, kepala suku tetap menghukumnya karena ternyata buah nanas itu adalah menu makan malam mereka. Yang artinya buah nanas itu sudah pernah dimakan penduduk hutan.
Sebagai hukumannya buah nanas itu digosokkan pada punggung si fulan. Pada gosokan pertama ia mengerang kesakitan. Gosokan kedua, dia masih merasa kesakitan namun dia tampak sumringah. Saat gosokkan ketiga, dia tidak mengeluhkan rasa sakitnya, malah lebih menampakkan rasa gembira. Pada gosokan yang keempat dia malah tertawa kencang. Penduduk menjadi heran dibuatnya. Lalu pada saat yang bersamaan temannya membawa buah durian di tangannya. Inilah sebab kenapa si fulan merasa gembira.
Karena kedengkian si fulan, maka dia tetap merasa gembira kendati dia sendiri sedang tersiksa. Dia gembira karena dia berpikir bahwa hukuman orang lain akan lebih berat daripada yang ditanggungnya. Begitulah seorang pendengki, dia akan merasa bahagia saat melihat orang lain lebih menderita daripada dirinya. Padahal pada saat itu belum tentu temannya akan dihukum dengan digosok menggunakan buah durian yang dibawanya. Bisa jadi buah durian adalah salah satu buah yang belum pernah dicicipi para penduduk hutan, sehingga teman si fulan bisa terhindar dari hukuman.
Seorang pendengki itu sungguh buruk hari-harinya. Ia hanya akan disibukkan dengan urusan sikut-menyikut dan pikirannya hanya digunakan untuk menjatuhkan orang lain. Pendengki yang paling buruk adalah ulama yang mendengki terhadap ulama lainnya. Tak jarang terjadi perang dalil sebagai senjata untuk menyatakan ketidaksukaan terhadap orang yang dibencinya. Penyebab hancurnya umat Islam bukan karena oleh semata-mata kekuatan dari pihak luar, tetapi lebih disebabkan oleh kedengkian yang ada di dalam umat itu sendiri.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda, “Jauhkanlah diri kalian dari dengki, karena dengki akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud). (KH. Abdullah Gymnastiar)