Keutamaan Kepemimpinan Umat
Menjadi pemimpin itu bukan urusan ringan. Namun, bukan berarti kita sebagai umat Islam mesti menjauhinya. Apalagi jika sampai urusan kepemimpinan ini jatuh kepada mereka yang berbeda akidah dan memusuhi Islam. Kita mesti peduli pada urusan ini sehingga Islam, kaum muslimin, dan umat manusia pada umumnya hidup dalam ketenteraman.
Peranan Islam mengajarkan kepemimpinan yang adil bijaksana, sebagaimana yang telah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam contohkan. Beliau memberikan teladan bahwa manakala kepemimpinan didasarkan pada syariat Islam, dikelola oleh orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan rasul-Nya, maka kehidupan yang aman dan nyaman akan menjadi milik semua orang. Bahkan bukan hanya milik umat muslim, termasuk juga orang-orang non muslim yang hidup di dalam naungan pemerintahan Islam.
Allah Ta’ala menjamin kebahagiaan dan kemenangan bagi pemimpin yang melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Rasulullah saw menyampaikan banyak sekali keutamaan bagi para pemimpin yang adil. Di antaranya adalah seperti dalam sabda beliau, “Ada tujuh macam orang yang akan diberi naungan oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari tiada naungan melainkan naungan Allah. Yakni pemimpin yang adil; pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla; seseorang yang hatinya tergantung kepada masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul atas keadaan yang sedemikian, serta berpisah pun atas keadaan yang sedemikian; seorang laki-laki yang diajak oleh perempuan yang mempunyai kedudukan serta kecantikan wajah, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku ini takut kepada Allah,’; seseorang yang bersedekah dengan satu sedekah lalu menyembunyikan amalannya itu, sehingga dapat dikatakan bahwa tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan kanannya; dan seseorang yang ingat kepada Allah di dalam keadaan sepi lalu kedua matanya berlinang air mata.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Dalam hadis yang lain Rasulullah juga bersabda, “Ahli surga ada tiga macam yakni orang yang mempunyai kekuasaan pemerintahan yang berlaku adil dan dikaruniai Taufik oleh Allah, juga seorang yang memiliki sifat penyayang dan lembut hati kepada keluarga dekatnya dan setiap muslim, serta seorang yang menahan diri dari meminta-minta dan berusaha untuk tidak meminta-minta sedangkan ia mempunyai keluarga banyak (dalam keadaan miskin).” (HR. Muslim).
Setelah Rasulullah wafat, kepemimpinan umat beralih kepada Abu Bakar as-Shiddiq. Ketika kaum muslimin mengangkatnya sebagai khalifah, maka Abu Bakar menyampaikan pidatonya yang terkenal. Semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya.
“Para hadirin sekalian, sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pemimpin atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik. Maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku. Jika aku bertindak keliru, luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya barang siapa yang kuat di antara kalian maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, kecuali Allah akan timpakan kepada mereka kehinaan. Tidaklah satu kekejian tersebar di suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan rasul-Nya. Akan tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya maka tidak ada kewajiban taat kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian untuk melaksanakan salat. Semoga Allah merahmati kalian.” (KH. Abdullah Gymnastiar)