Ketika Allah Menguji Niat Baik Hamba-Nya
Hari itu, kiranya sebuah ujian datang “menghampiri” keyakinan seorang anak manusia. Sebut saja namanya Fulan*. Usianya sudah mencapai kepala enam dan memiliki beberapa orang cucu. Ia termasuk pribadi tegas namun ramah dan bersahabat (friendly). Suasana di kediamannya pun terasa hangat di antara dinginnya udara pemukiman di kawasan elit Padalarang, Bandung.
Selain tempat tinggal yang saat ini ia dan keluarga tinggali, Fulan juga punya sebuah apartemen dan kios di Apartemen Gateway Bandung Jalan Ahmad Yani. Fulan punya rencana jika apartemen dan kios itu hendak digunakan sebagai usaha pascapensiun. Karena beberapa alasan—salah satunya istri Fulan sedang sakit dan membutuhkan biaya pengobatan—akhirnya Fulan memutuskan untuk menjual apartemen dan kios tersebut. Berbagai cara sudah ia lakukan, termasuk beriklan di media cetak.
Setelah beriklan ke sana-sini, hasilnya tetap nihil. Tak satu pun orang yang berminat membeli. Kalau pun ada, hanya sekadar tawar-menawar dan berujung pada ketidaksepakatan. Setelah meluangkan waktu untuk merenung, Fulan kemudian membulatkan tekad untuk mewakafkan apartemen dan kios miliknya itu ke yayasan sosial atau lembaga wakaf.
Fulan percaya bahwa harta yang diwakafkan merupakan investasi dunia-akhirat paling menguntungkan. Pahalanya akan terus mengalir meskipun pewakaf (muwakif) tersebut sudah meninggal dunia. Jika sebelumnya Fulan hendak menjadikan apartemen dan kios miliknya hanya sebagai investasi dunia, maka kini ia berubah pikiran. Apartemen dan kios itu tetap akan ia jadikan sebagai investasi, tapi kini bersifat dunia-akhirat.
Fulan pun aktif mencari info yayasan/lembaga wakaf di Kota Bandung. Termasuk menanyakan informasi tentang lembaga wakaf yang amanah kepada anak-anaknya. Dari salah seorang anaknya, Fulan disarankan untuk merealisasikan niat mulianya itu ke Lembaga Wakaf Daarut Tauhiid. Fulan langsung setuju. Selain mengetahui bahwa sang anak aktif mengikuti pengajian di Daarut Tauhiid, Fulan juga pernah mengikuti program wakaf semen untuk pembangunan asrama tahfidz Quran yang digagas oleh Lembaga Wakaf Daarut Tauhiid.
Ia percaya jika lembaga bentukan Aa Gym ini amanah dan kredibel dalam kerjanya. Dengan kesungguhan tekad dan penuh keyakinan kepada Allah, Fulan lalu mewakafkan sebagian hartanya berupa apartemen dan kios tersebut kepada Lembaga Wakaf Daarut Tauhiid.
Jumat (5/9) siang, setelah melaksanakan salat Jumat, Fulan yang saat itu didampingi istrinya berniat menyerahkan dokumen-dokumen berkaitan apartemen dan kios kepada Riki Taufik Drajat, Direktur Lembaga Wakaf Daarut Tauhiid. Sebelum penyerahan dilakukan, KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) via handphone berdialog dan turut mendoakan niat Fulan untuk mewakafkan apartemen dan kiosnya itu.
Setelah perbincangan dengan Aa Gym berakhir, Fulan lalu menutup handphonenya. Tiba-tiba, handphone Fulan kembali berdering. Sederet nomor asing tertera di layarnya. Fulan lalu mengangkat handphone sembari keluar ruangan. Sayup-sayup terdengar perbicangan. Beberapa menit berlalu, Fulan lalu kembali memasuki ruangan.
“Barusan ada yang telepon, katanya mau beli itu apartemen seharga 600 juta-an. Tetapi saya bilang kalau apartemen dan kiosnya gak dijual, sudah saya wakafin ke lembaga Wakaf Daarut Tauhiid,” ujar Fulan.
Mendengar kata-kata Fulan, semua orang di ruangan menjadi tertegun. Berpikir dan yakin bahwa kejadian ini tak sekadar kebetulan. Pasti Allah sedang menguji hamba yang memiliki niat mulia untuk mewakafkan sebagian hartanya itu. Alhamdulillah, tekad Fulan sama sekali tak goyah. Ia tetap merealisasikan niat untuk mewakafkan apartemen dan kios, meskipun ada tawaran menggiurkan. Apartemen dan kios yang selama ini tak kunjung laku terjual, namun ketika hendak diwakafkan, tiba-tiba ada konsumen yang berniat membelinya.
“Semoga Allah menerima niatan saya ini, dan saya percaya bahwa Lembaga Wakaf Daarut Tauhiid akan memanfaatkannya sebaik mungkin. Mudah-mudahan ini juga menjadi salah satu ikhtiar untuk kesembuhan istri saya,” tuturnya.
Subhanallah, Fulan telah berhasil lulus dari salah satu episode dalam kehidupannya. Episode untuk lebih memilih “berinvestasi” dengan Allah SWT dibandingkan dengan meraih keuntungan duniawi yang tak kekal. (Astri Rahmayanti)