Keterkaitan Ilmu, Amal dan Ulama
Saudaraku, barang siapa menerangkan atau mengajarkan ilmu dan berpandangan bahwa keterangan atau ilmunya muncul dari kebaikan dirinya, maka dia akan terdiam atau berhenti jika berbuat salah atau maksiat. Sebaliknya siapa pun yang menerangkan atau mengajarkan ilmu dan berpandangan bahwa ilmu atau keterangannya itu pemberian atau karunia Allah SWT padanya, maka ia tidak akan diam atau berhenti jika berbuat salah atau dosa.
Ada orang mengajak pada kebaikan karena merasa dirinya berilmu, kemudian memberi kebaikan pada orang lain. Andai suatu waktu dia berbuat salah, tentu dia menjadi minder dan tidak mau lagi melakukannya. Ini karena merasa bahwa dia bisa membuat kebaikan.
Ada juga orang yang memiliki ilmu dan merasa ilmunya adalah milik Allah SWT. Sementara dirinya hanya menjadi jalan untuk memberikan ilmu dari Allah. Andai suatu saat dia melakukan kesalahan, dia akan bertobat, meminta maaf, dan terus-menerus menyebarkan kebaikan.
Saudaraku, sungguh berbahaya bagi kita jika tidak ditolong Allah SWT. Ketika orang lain menghina kita, sebaiknya segera melakukan PDLT, yakni Perbaiki Diri dan Lakukan yang Terbaik. Karena penghinaan orang kepada kita itu sebenarnya lebih kecil dari pada kejelekan kita yang sesungguhnya. Setiap saat kita harus berbuat baik karena ini merupakan jalan dari Allah SWT untuk berbuat kebaikan. Bila kita beranggapan demikian, berarti kita telah berhasil menjadi orang yang tidak ujub.
Orang yang tidak merugi di dunia ini adalah orang yang tawadu, yang tidak peduli mau dipuji atau dicaci. Tak peduli dihargai atau diremehkan, dia tetap melakukan kebaikan hanya karena Allah SWT.
Jika kita sibuk ingin dinilai bagus oleh Allah, tentulah orang lain pun menganggap kita baik. Karena baik menurut Allah tentu baik menurut manusia, sedangkan baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah SWT.
Orang yang yakin kepada Allah SWT selain kata-katanya bertenaga, energi terbesarnya pun berupa energi positif. Pemilik energi positif adalah orang yang hatinya yakin kepada Allah yaitu orang yang paling yakin kepada-Nya, yang sulit lupa kepada-Nya, melihat, mendengar, merasakan, takut, ingin, otomatis pasti ingat kepada Allah-Nya.
Allah SWT berfirman:
فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku nisscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. al-Baqarah [2]: 152).
Saudaraku, orang yang yakin kepada Allah, hatinya akan senantiasa tersambung kepada-Nya. Saat diam, bergerak, dan berbicara senantiasa mengeluarkan energi positif. Contoh alasan mengapa di masjid tenang, karena energi positifnya banyak sekali. Ada yang bersujud, ada yang berzikir, dan ada yang membaca al-Quran. Semakin seseorang yakin kepada Allah, maka sebelum berbicara dia selalu meminta tolong kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. al-Fatir [35]: 28).
Bila ada orang berilmu agama tapi dia tidak takut kepada Allah SWT, berarti dia bukan ulama. Sebaliknya ada orang ilmu agamanya sedikit tapi dia takut kepada Allah SWT, kemudian sangat sibuk menjaga lisan dan hati agar tidak dimurkai Allah, maka itulah ulama.
Ali bin Abi Thalib ra mengatakan bahwa ukuran ilmu dari seseorang adalah dari amalnya. Sangat berbahaya jika ilmu bertambah terus tetapi tidak beramal. Dan ketika beramal hati pun harus ikhlas agar Allah SWT menerima amalnya.
(Kajian MQ Pagi, Ahad 27 September 2020)