Kepribadian Pejuang Akidah
Akidah adalah ikatan spiritual yang mengikat seseorang dengan Rabbnya. Ia merupakan ikatan yang kukuh. Tidak tergoyahkan oleh krisis materi atau penindasan manusia, karena ia merupakan ikatan ruh dengan hakikat luhur. Ikatan yang terpatri dengan kemantapan hati dan pancaran pemikiran antara seorang pejuang dan dakwahnya.
Sungguh keliru anggapan orang-orang tentang aliran pemikiran atau ide-ide buatan manusia yang dijadikan falsafah politik dan ekonomi sebagai akidah. Meksipun dalam beberapa fenomena dan tujuannya ada keserupaan.
Akidah tumbuh dari ruh dan berkembang dari qalbu serta berhubungan dengan sebab-sebab samawi. Karena itu ia bersifat abadi, sebagaimana tampak keabadian akidah yang dibawa para Nabi dan Rasul. Keabadian ini tidak diperoleh di dalam teori dan pemikiran sosial dari filosof atau sarjana mana pun.
Oleh karena itu, pejuang akidah adalah pejuang yang memiliki jiwa pengorbanan. Ia yang hidup untuk al-Haq dan mati di jalan al-Haq. Bagi seorang pejuang akidah, risalah akidah adalah segala-galanya.
Akidah adalah thabi’ah bukan ilmu, syu’ur bukan falsafah, dan khuluq bukan ide. Mengapa? Karena hatilah yang menangkap pengetahuan samawi dan memancarkan dorongan-dorongan luhur. Dorongan kebaikan sebagai fenomena jiwa insaniyah. Adapun akal hanyalah gambaran pemikiran yang serba terbatas. Keberadaan akal tidak cukup untuk mengetahui hakikat luhur. Akal dalam keterbatasannya itu akan merasakan kepuasan mendalam bila bersentuhan dengan akidah.
Jadi, akidah adalah ikatan paling kuat yang mengikat antara pejuang dan tujuannya dengan orang-orang yang sepaham dengannya. Sebagaimana perkataan Imam Hasan al-Banna, “Tidak ada ikatan yang paling kuat selain ikatan akidah, dan tidak ada akidah yang paling kuat selain Islam.” Wallahua’llam bishawab. (daaruttauhiid)