Karakteristik Pekerja Muslim
Bekerja dan berusaha merupakan fitrah sekaligus kewajiban yang dibebankan Allah pada hamba-Nya,–manusia. Fitrah tersebut sebagaimana disinyalir Allah dalam Quran surat Al-Jumu’ah ayat 10. Lengkapnya ayat itu berbunyi, ”Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Kenapa Allah menyuruh kita untuk bekerja? Bukankah Allah sudah menjamin rezeki setiap makhluk ciptaannya seperti tersurat dalam surat Al-An’Kabut ayat 60, ”Dan berapa banyak binatang yang tidak dapat membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui?”
Kewajiban Berusaha
Allah SWT menyuruh kita untuk bekerja dan berusaha karena empat sebab. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hidup memerlukan biaya. Begitu pun ibadah. Oleh karena itu, bekerja merupakan salah satu upaya dalam rangka memenuhi kebutuhan keduanya. Keseimbangan antara pemenuhan biaya untuk mempertahankan hidup dan bekal ibadah (akherat) mutlak dilakukan. Kondisi ini sebagaimana firman Allah, ”Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimnana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashshash: 77)
Rasulullah bersabda, ”Apabila datang hari kiamat dan tangan salah seorang dari kamu memegang batang pohon kurma, maka jika dia mampu untuk berdiri hendaklah dia tanam terlebih dahulu.” (HR Bukhari). Jadi, keseimbangan itu akan tercipta dari muara usaha dan pencarian nafkah. Dengan kata lain, bekerja yang baik dan halal akan melahirkan pemenuhan kebutuhan hidup.
Kedua, bekerja dan berusaha adalah perintah Allah. Kalau bukan karena perintah Allah, tentu kita tidak akan tergerak untuk mencari dan memenuhi kebutuhan hidup. Itulah sebabnya, kita wajib memiliki kesungguhan dalam bekerja. Sebab, perintah bekerja bukan semata ditujukan kepada kita, melainkan jauh sebelum kita lahir perintah ini sudah disampaikan melalui firman-Nya, “Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaku yang berterimakasih.” (QS. Saba: 13)
Pada sisi lain, Allah mengingatkan agar makanan yang kita konsumsi dari hasil bekerja adalah yang baik-baik saja. ”Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172). Rasulullah bersabda, ”Sunggguh Allah mencintai hambanya yang bekerja. Barangsiapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka ia laksana seorang yang bertempur di medan perang membela agama Allah.” (HR. Ahmad). Dengan demikian, bekerja selain perintah Allah juga sebagai sarana pendekatan diri kepada sang Khalik.
Ketiga, bekerja dan berusaha merupakan bagian dari jihad fisabillah. Adalah riwayat Baihaqi, suatu hari Rasulullah sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba mereka melihat seorang pemuda tampan dan bertubuh kekar, tergesa-gesa hendak pergi menuju tempatnya bekerja. Salah seorang sahabat berkata, ”Alangkah baiknya sekiranya pemuda yang gagah itu mempergunakan kekuatan tubuhnya untuk berjuang di jalan Allah, jihad fisabillah.”
Mendengar komentar sahabat tersebut Rasulullah saw bersabda, ”Janganlah kalian berkata seperti itu. Karena jika dia bekerja untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain, maka sesungguhnya dia telah berjuang di jalan Allah. Jika dia berusaha untuk menghidupi orang tuanya yang sudah jompo atau untuk anak-anaknya yang masih kecil, demi memenuhi kebutuhan keluarganya, maka dia juga berjuang di jalan Allah.” (HR. Baihaqi)
Kisah di atas memberi gambaran kepada kita bahwa kewajiban berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat disejajarkan dengan berjuang di jalan Allah SWT.
Keempat, bekerja dan berusaha sebagai sarana ibadah. Bagi seorang muslim segala aspek kegiatan merupakan sarana pendekatan diri kepada Allah. Karenanya, dalam melaksanakan aktivitas tidak terlepas dari niat ibadah. “Katakanlah,’Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.’” (QS. An’aam: 162). Itulah sebabnya, dalam bekerja dan berusaha seorang muslim memiliki sikap sungguh-sungguh, optimal, dan dilakukan dengan cara terbaik.
Ringkasnya, dalam berkerja dan berusaha, seorang pekerja muslim memiliki karakteristik yang khas yakni, sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup, karena perintah Allah, merupakan jihad fisabilillah, dan sebagai sarana ibadah. Semoga karakteristik ini dimiliki oleh kita sehingga kita tergolong orang yang beruntung. Aamiin. (Abu Muhamad Amirul Mukminin)